Menu

Mode Gelap
Kapolres Lingga Raih Penghargaan Award International Kutai Mulawarman Ubah Hobi Jadi Sumber Penghasilan SDN 008 Batu Aji Berkembang Pesat, Akreditasi B Yayasan Radmila Hadirkan Harapan Baru untuk Anak-Anak Batam Penduduk Miskin di Kepri 124.96 Jiwa Ansar Temui Mendag RI, Bahas Pengembangan KEK KPBPB di Kepri

SEJARAH INSTITUSI

Kampung Vietnam Pulau Galang

badge-check


					Kampung Vietnam Pulau Galang. ISTIMEWA Perbesar

Kampung Vietnam Pulau Galang. ISTIMEWA

BATAM (HK) – Batam tak hanya menjadi kota yang gemerlap saat malam. Kota di perbatasan RI ini juga memiliki destinasi wisata sejarah yang terkenal, yakni Kampung Vietnam.

Kampung Vietnam ada di Pulau Galang, sekitar 50 km dari Kota Batam dengan jarak perjalanan sekitar 1,5 jam. Kampung Vietnam merupakan kamp pengungsian warga Vietnam pada saat Perang Vietnam berlangsung.

Tempat ini memang cocok untuk wisata sejarah. Ada banyak bangunan peninggalan bersejarah milik rakyat Vietnam. Semua bangunan tersebut menjadi saksi bisu tentang kehidupan para pengungsi di masa lalu.

Di Kampung Vietnam ada gereja tua, vihara, barak pengungsian, penjara hingga patung Buddha tidur. Beberapa bangunan memang banyak yang telah menjadi puing-puing, seperti rumah sakit dan penjara.

Ya, kisah pengungsi itu tak sepenuhnya bahagia. Di sana terdapat ada juga tempat penggemblengan para pemuda dan banyak kasus kriminal, seperti terjadi pembunuhan dan pemerkosaan.

Hingga saat ini, Indonesia bukan termasuk negara tujuan para pengungsi untuk hidup menetap dan bekerja. Para pengungsi tidak boleh bekerja di Indonesia. Indonesia belum meratifikasi Konvensi PBB mengenai Status Pengungsi Tahun 1951 dan Protokol mengenai Status Pengungsi 31 Januari 1967.

Namun secara historis Indonesia pernah memiliki pengalaman dalam penanganan pengungsi dari Vietnam atau yang kerap dijuluki sebagai manusia perahu (Vietnamese Boat People) antara tahun 1979 sampai 1996.

Ketika itu, Indonesia masih dipimpin oleh Presiden Soeharto. Atas dasar yuridis nasional pelaksanaan bantuan bukan hanya pada Keputusan Presiden semata, namun tetap merujuk pada ketentuan internasional

Dalam buku Troubled Transit: Politik Indonesia Bagi Para Pencari Suaka karya Antje Missbach, dijelaskan bahwa manusia perahu Vietnam datang ke Indonesia akibat situasi politik di Vietnam kala itu.

Usai kemenangan Komunis dan kejatuhan Saigon April 1975, puluhan ribu orang Vietnam keluar dari negaranya untuk mencari suaka. Pasalnya, mereka takut jika diperlakukan buruk oleh kepemimpinan yang baru. Mereka kabur dengan menggunakan perahu untuk pergi ke berbagai negara. Oleh karena itu, mereka kerap dijuluki manusia perahu.

Berdasarkan laporan pertama, 19 Mei 1975, sekitar 97 orang manusia perahu Vietnam tiba di Indonesia. Sedangkan menurut laporan PBB tahun 1979, ada 43.000 manusia perahu sudah masuk Indonesia.

Mekanisme penyaringan pencari suaka kala itu belum ada. Tetapi secara otomatis, status para manusia perahu masuk sebagai pengungsi prima facie (pertama kali) dan beberapa bentuk perlindungan.

Lantas, pemerintah Indonesia memilih Pulau Galang di Riau sebagai tempat untuk 10.000 pengungsi manusia perahu. Pulau Galang dipilih lantaran lokasinya relatif strategis. Jaraknya hanya 7 km dari Pulau Batam. Luasnya sekitar 80 km persegi. Penempatan para manusia perahu di Pulau Galang ini juga dimaksudkan untuk memisahkan mereka dari penduduk lokal dan meminimalisir pembaruan aktif.

Padahal awalnya Pulau Galang tak diniatkan sebagai permukiman permanen para manusia perahu. Namun pemerintah Indonesia terpaksa melakukannya karena alasan kemanusiaan. Kendati demikian, pemerintah Indonesia tetap berusaha memanusiakan para manusia perahu.

Mereka diberi pendidikan dan kursus bahasa Indonesia. Lalu, pada Mei 1979, diselenggarakan Pertemuan para Menlu seluruh ASEAN. Dari kesepakatan itu, semua biaya akomodasi pengungsi di Indonesia menjadi tanggunan UNHCR.

Maka setelahnya, dibangunlah kamp-kamp pengungsian di Pulau Galang. Hingga beberapa tahun setelahnya, jumlah manusia perahu di Pulau Galang terus bertambah. Apalagi, kala itu manusia perahu yang ke Malaysia ditolak karena kebijakan pengalihan jurusan, sehingga jumlah manusia perahu di Pulau Galang meningkat hingga 16.500. Manusia perahu di Pulau Galang pun hidup hampir dua dekade.

Namun, pada tahun 1994 Pemerintah Indonesia ingin mengosongkan Pulau Galang, karena ingin membangun kawasan itu untuk industri khusus. TNI pun membantu sekitar 8.500 manusia perahu untuk pulang ke negara asalnya, melalui jalur laut dan udara. Sisanya, pergi mencari suaka ke negara lain.

Berpuluh tahun ditinggalkan, kini kamp-kamp untuk manusia perahu sudah rusak. Namun, tempat ibadah Buddha peninggalan mereka masih bisa ditemukan jejaknya. Pulau Galang dianggap sebagai salah satu bukti catatan humanisme pemerintah Indonesia era Soeharto. (dtk)

Tinggalkan Balasan

Baca Lainnya

9 Peninggalan Langka Nabi Muhammad SAW Dipamerkan di Batam

17 Maret 2024 - 06:20 WIB

Selamat Memperingati “Hari Strategi Konservasi Sedunia”

6 Maret 2023 - 10:34 WIB

Selamat Memperingati “Hari Satwa Liar Sedunia”

3 Maret 2023 - 11:08 WIB

Perjalanan Konsesi Sistem Pengelolaan Air Minum (SPAM) di Kota Batam

10 Februari 2023 - 15:51 WIB

Perpustakaan Termegah di Asia Tenggara, Ternyata Ada di Riau!

8 Februari 2023 - 16:09 WIB

Trending di NASIONAL