TANJUNGPINANG (HK) – Mantan Direktur Utama (Dirut) PD BPR Bestari, Elfin Yudista, mengaku bersalah di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjungpinang sidang perkara tindak pidana korupsi dana nasabah yang merugikan negara hingga Rp5,9 miliar, Kamis (08/05/2025).
Namun pengakuan salah eks Dirut PD BPR Bestari tersebut dengan alasan bahwa bukan karena perbuatannya secara langsung, melainkan karena tanggung jawab jabatan yang diembannya juga para bawahannya.
Elfin dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejari Tanjungpinang untuk didengarkan keterangannya sebagai terdakwa dalam perkara tindak pidana korupsi yang merugikan negara hingga Rp5,9 miliar.
Perkara ini merupakan pengembangan dari terpidana Arif Firmansyah, mantan Pejabat Eksekutif (PE) di bank milik Pemkot Tanjungpinang tersebut, yang sebelumnya telah divonis 13 tahun penjara.
“Saya salahnya karena jabatan, bukan perbuatan. Saya terlalu percaya pada anggota,” ujar Elfin saat menjawab pertanyaan Hakim Ketua, Boy Syailendra, dalam sidang pemeriksaan terdakwa.
Sidang yang dipimpin Majelis Hakim Boy Syailendra dengan Hakim Anggota Fausi dan Syaiful Arif itu berlangsung cukup tegang. Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Tanjungpinang, Sari Ramadani Lubis, Endang Asri Pusparani, dan Galuh Yuniarti mencecar Elfin bersama tim kuasa hukumnya, H. Rivai Ibrahim dan Raja Azman.
Saat ditanya apakah dirinya menerima keuntungan dari tindak pidana ini, Elfin dengan tegas membantah. “Demi Allah saya tidak terima. Kalau saya menerima, tidak mungkin saya melapor ke kejaksaan,” kata Elfin.
Elfin mengklaim, justru dialah yang pertama kali melaporkan temuan fraud ke kejaksaan sebagai bentuk tanggung jawab. Ia menjabat sebagai Dirut PD BPR Bestari sejak 2021 hingga diberhentikan pada 12 Juni 2023 karena kasus ini.
“Pada 31 Mei 2023, saya menemukan indikasi fraud oleh PE Operasional. Setelah itu saya bentuk satgas, kumpulkan data, dan melaporkannya,” jelas Elfin.
Modus korupsi terjadi melalui pencairan deposito dan tabungan nasabah tanpa prosedur yang benar. Arif Firmansyah, sang PE Operasional, disebut menggunakan alasan manipulatif untuk mencairkan dana, dan mengakui seluruh perbuatannya saat diperiksa sebagai saksi.
“Saya percaya saja pada Arif. Dia bilang deposan butuh uang. Saya setujui pencairan, dan minta Saudara Aji untuk otorisasi. Tapi ternyata, tanda tangan saya juga dipalsukan untuk pencairan dana di BRI,” ujar Elfin.
Majelis hakim kemudian menunda sidang hingga Rabu 21 Mei 2025 dengan agenda pembacaan tuntutan dari jaksa.
Sebagai informasi, Arif Firmansyah telah lebih dulu divonis 13 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Tanjungpinang pada 24 September 2024. Ia terbukti melakukan korupsi dan tindak pidana pencucian uang di lingkungan PD BPR Bestari, melanggar sejumlah pasal dalam UU Pemberantasan Tipikor dan KUHP. (nel)