LINGGA (HK) – Hutan mangrove yang ada di pesisir pantai Desa Berindat Kecamatan Singkep Pesisir Kabupaten Lingga, dibabat oknum masyarakat Berindat, inisial T. Hal ini terungkap setelah ada masyarakat yang melaporkan ke media. Bahkan, ada beberapa warga ikut melakukan protes terkait hal itu. Namun, pelaku tak tersentuh hukum.
Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Berindat, Madi mengatakan, sejak adanya dugaan pengerusakan hutan mangrove diwilayahnya tidak pernah ada pemberitahuan ke pihak BPD, bahwa wilayah hutan mangrove tersebut, telah dijadikan sebagai lokasi tambak Ketam atau Kepiting.
“Sejak adanya dugaan pengerusakan hutan mangrove diwilayahnya itu, tidak pernah ada pemberitahuan ke pihak BPD.
Setelah mendapat informasi, kita lakukan pengecekan ke lapangan dan ternyata itu benar adanya,” ujarnya, Kamis(24/2) siang.
Selaku anggota BPD yang mewakili masyarakat, terang Madi, pembabatan hutan mangrove yang dilakukan itu berada di Hutan Mangrove, dan sebagian di atas tanah milik warga, yang tidak ditumbuhi mangrove. Bahkan kalau dilihat dilapangan, imbuhnya, saat ini sudah ada 3 kolam tambak, yang sudah digarap dengan cara menebang pohon bakau (mangrove) untuk kepentingan sendiri ataupun kelompok. “Menurut madi hal ini tidak boleh dibiarkan,” ujarnya.
“Kami jelas tidak setuju. Selain ini lahan negara, atau Desa, juga ada lahan masyarakat yang digarap, tanpa ada pemberitahuan terlebih dulu. Baik ke kami (BPD) dan juga ke pihak Desa,” papar Madi.
Kepala Desa Beridat mengaku, bahwa pembuatan tambak ketam di wilayahnya tidak pernah di sampaikan ke Desa, jadi tidak ada izin apapun, dari pihak kantor desa, atas adanya dugaan pembabatan ilegal hutan mangrove didaerahnya.
“Saya tidak tahu sama sekali. Namun belakangan ini, setelah ada beberapa media memberitakan masalah tersebut, baru kita ketahui. Taufik menunjukkan sebuah surat ke saya, yang diduga dengan dasar itulah dia membuka tambak Kepiting tersebut,” ujarnya.
Melihat surat yang didapatkan media, sepertinya saudara Taufik selaku pengelola Tambak Kepiting, yang berada di kawasan Hutan Mangrove itu, sudah memiliki Surat Perizinan Berusaha Berbasis Resiko, yangmana didalam surat itu tertulis, pelaku usaha dengan NIB diatas bisa melaksanakan kegiatan berusaha sebagaimana terlampir dengan tetap memperhatikan sebagaimana terlampir dalam ketentuan Perundang-undangan.
Sementara Surat izin yang dimiliki Taufik, diduga kuat mempergunakan surat tersebut untuk membuat tambak Ketam, (kepiting yang berada di hutang mangrove). “Apakah ini tidak melanggar perundang – undangan,” ujar Madi.
Yang pasti, ujarnya, pembabatan mangrove sudah melanggar UU Nomor 41 Tahun 1999, tentang Kehutanan, diantaranya diatur atas larangan penebangan pohon di wilayah 130 kali jarak pasang laut terendah dan pasang laut tertinggi.
“Larangan pembabatan pohon di pinggir laut atau mangrove itu tertuang dalam pasal 50 UU Kehutanan, dan diatur atas masalah pidananya, pada Pasal 78, dengan ancaman 10 tahun penjara atau di denda Rp.5 miliar,” kata Madi. (tbn)