JAKARTA (HK) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Komisaris PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada Selasa (7/11/2023).
Dia bakal diperiksa sebagai saksi terkait dugaan pengadaan gas alam cair (liquefied natural gas) (LNG) di PT Pertamina (Persero) 2011-2021.
“(Pemeriksaan) bertempat di gedung Merah Putih KPK, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi Basuki Tjahaja Purnama,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri di Jakarta, Selasa.
Namun, Ali belum menjelaskan lebih rinci informasi apa yang bakal digali dari Ahok. Dia hanya menyebut, mantan gubernur DKI Jakarta itu telah memenuhi panggilan KPK. “Informasi yang kami peroleh saksi sudah hadir di Gedung Merah Putih KPK dan masih dilakukan pemeriksaan tim penyidik,” ujar Ali.
Dalam kasus ini KPK telah menetapkan Dirut PT Pertamina, Karen Agustiawan sebagai tersangka. Bahkan, kini Karen telah ditahan di Rutan KPK.
Kasus korupsi tersebut bermula ketika PT Pertamina berencana mengadakan LNG sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia sekitar tahun 2012. Sebab, perkiraan defisit gas akan terjadi di Indonesia kurum waktu 2009-2040.
Karen yang diangkat sebagai direktur utama PT Pertamina Persero periode 2009-2014 kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri. Termasuk, perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat.
Saat pengambilan kebijakan dan keputusan tersebut, Karen diduga secara sepihak memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh. keputusan itu juga tidak dilaporkan kepada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero.
Selain itu, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup rapat umum pemegang saham (RUPS) dalam hal ini pemerintah, tidak dilakukan sama sekali. Sehingga tindakan Karen tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu.
Dalam prosesnya, seluruh kargo LNG milik PT Pertamina Persero yang dibeli dari perusahaan CCL LLC menjadi tidak terserap di pasar domestik. Akibatnya, kargo LNG menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia. Sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar 140 juta dolar AS atau sekitar Rp 2,1 triliun.
Sumber: Republika