JAKARTA (HK) – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengusulkan penguatan pendidikan HAM bagi para bintara Polri. Sebab, Komnas HAM mengamati kasus pelanggaran HAM cenderung dilakukan oleh oknum di level bintara.
Wakil Ketua Komnas HAM, Amiruddin Al-Rahab mengatakan, lembaganya terus berupaya memajukan penegakkan HAM di Tanah Air. Ia mendorong agar Bintara Polri mendapat pendidikan yang memadai soal HAM.
![](https://harianhaluankepri.com/wp-content/uploads/2024/12/Pamflet-PMB-STIE-2025-scaled.jpg)
![](https://demo.pojoksoft.com/kibaran/wp-content/uploads/2024/01/design4223.jpg)
Usulan tersebut pernah disampaikan kepada Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Benny Mamoto. Ia berharap usulan ini dapat terealisasi demi penegakkan HAM di Indonesia.
“Sudah saatnya kurikulum (HAM) di level bintara karena yang bersoalan HAM ini yang bintara, kalau yang perwira menengah sudah (dapat pendidikan HAM). (namun perwira) Perlu program dalam pelatihan lanjutan atau kurikulum pendidikan,” kata Amiruddin dalam kegiatan yang digelar oleh Universitas Paramadina pada Senin (28/3/2022).
Usulan tersebut sebenarnya diawali pantauan Amiruddin terhadap perihal kasus pelanggaran HAM di tubuh kepolisian. Ia menganalisa pelanggaran HAM bisa terjadi karena dilakukan di level bawah dan lolos dari pantauan atasan.
“Kadang-kadang persoalan HAM terjadi di saat penangkapan, penahanan, dan pemeriksaan. Ini bintara yang melakukan. Kalau perwiranya nggak tahu ya bablas. Ini yang kerap terjadi,” ujar Amiruddin.
Selain itu, Komnas HAM meminta Polri cepat merespons keluhan masyarakat di media sosial (medsos), mengingatkan hal itu sebagai upaya meningkatkan kepercayaan publik terhadap Korps Bhayangkara. Hal ini menurut Amiruddin berlaku pula di medsos. Ia menganjurkan agar kepolisian tak membungkam keluhan masyarakat di medsos.
“Ruang medsos hari ini adalah tempat masyarakat bisa menyampaikan apa yang dia rasa. Tugas Polri apresiasi itu sehingga bukannya ditekan, tapi difasilitasi supaya proses penegakkan hukum yang terjadi di bawah bisa diperbaiki,” kata Amiruddin dalam kegiatan yang digelar oleh Universitas Paramadina pada Senin (28/3).
Amiruddin menekankan pentingnya respons kepolisian atas keluhan di medsos. Ia meyakini makin tinggi respons kepolisian, maka makin tinggi kepercayaan publik terhadap Polri. “Kalau kanalisasi (aspirasi rakyat) tumbuh, maka rasa percaya tumbuh,” ujar Amiruddin.
Apalagi, Amiruddin mengamati ruang siber dalam setahun belakangan diwarnai kritik, hujatan atau pujian terhadap kepolisian, meski dengan intensitas berbeda-beda. Sehingga ia menyarankan Polri menanggapi keluhan masyarakat di dunia maya.
“Kepercayaan masyarakat penting. Dalam setahun belakangan muncul tagar macam-macam (soal polisi),” kata Amiruddin.
Di sisi lain, Amiruddin menyampaikan hubungan Komnas HAM dan Polri sudah makin baik. Sehingga kedua lembaga sudah bisa melakukan koordinasi dan komunikasi secara lebih terbuka dan intens guna menyelesaikan keluhan masyarakat.
“Semakin baik relasi Komnas HAM dengan Polri, semakin banyak (masyarakat) yang mengadu. Cukup panjang relasi Komnas HAM dan Polri nggak sehat. Masing-masing kerja sendiri,” kata Amiruddin.
Amiruddin mengapresiasi Polri yang kini mengirim utusan saat diminta penjelasan dalam suatu perkara oleh Komnas HAM. Menurutnya, ini menjadi contoh baik dari atasan kepada bawahan kepolisian terkait penghargaan penegakkan HAM.
“Dulu tidak mudah undang petinggi Polri ke Komnas HAM. Sekarang datang walau terserah siapa yang ditunjuk,” kata Amiruddin.
Menanggapi usulan tersebut, Anggota Kompolnas Poengky Indarti mengatakan, pendidikan HAM memang diajarkan bagi anggota kepolisian, termasuk bintara. Namun, ia mengakui tantangannya yaitu minim praktek lapangan karena para siswa kepolisian hanya belajar teori.
“Sebetulnya sudah di level SPN (Sekolah Polisi Negara), Akpol (Akademi Kepolisian), tapi waktunya cuma sebentar. Di Akpol hanya 2 SKS itu dalam materi hukum dan HAM, tapi hanya teori bukan praktek,” kata Poengky.
Karena itu, itu, Poengky mendorong agar pendidikan HAM bagi anggota kepolisian menyertakan praktek lapangan. Sehingga mereka terbiasa melakukan penegakkan hukum berdasarkan prinsip HAM. “Perlu praktek agar bisa di luar kepala berpedoman HAM,” kata Poengky.
Sumber : Republika.co.id