KALIMANTAN (HK) – Gubernur Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) H. Ansar Ahmad, hadir dan langsung membawa sendiri tanah dan air dari Kepri, untuk disatukan dengan seluruh tanah serta air, dari seluruh penjuru Indonesia dalam sebuah Bejana Nusantara, Senin (14/3), Kalimantan Timur. Prosesi penyatuan tanah dan air ini dilakukan di titik Nol Kilometer, Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Sebanyak 34 Gubernur dari penjuru Indonesia, termasuk Gubernur Kepulauan Riau, masing-masing menyerahkan tanah dan air yang mereka bawa, kepada Presiden RI Joko Widodo. Kemudian presidenlah yang memasukan langsung air dan tanah tersebut ke dalam Bejana Nusantara yang sudah disiapkan. Prosesi ini sebagai simbol penyatuan tanah air Indonesia di Pusat IKN Nusantara.
Hadir dalam kesempatan Istri Presiden RI, Iriana Joko Widodo, Ketua MPR RI, para Menteri Kabinaet Indonesia Maju. Dan pada saat prosesi penyatuan tanah dan air itu, Presiden didampingi oleh Gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor.
Kegiatan diawali dengan Gubernur DKI Jakarta Anis Baswedan yang membawa tanna dan air dan menyerahkannya kepada Presiden, kemudian dilanjutkan Gubernur Aceh, Nova Iriansyah dan seterusnya. Gubernur Kepulauan Riau, H. Ansar Ahmad mendapat kesempatan menyerahkan tanah dan air yang ia dawa setelah Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.
Kepada media, Gubernur Kepulauan Riau H. Ansar Ahmad sempat berstatment seusai acara prosesi penyatuan tanah dan air. Menurut Gubernur, air dan tanah yang dibawa dari Kepri merupakan air serta tanah itu, memiliki nilai historis dan erat kaitannya dengen kearifan budaya lokal. “Yakni, tanah diambil dari Daik-Lingga dan air yang diambil dari sumur di Balai Adat, Pulau Penyengat, Tanjungpinang,” kata Ansar Ahmad.
“Kita yakin jika seluruh Gubernur dari setiap Provinsi juga membawa tanah dan air yang diambil dengan asal-muasal sumber yang bisa mewakili daerahnya. Dan melalui proses penyatuan ini, semoga saja seperti yang kita harapkan, bisa menyatukan Indonesia, dengan berkah dan guyub,” papar Gubernur Ansar.
Sebelumnya, Gubernur Ansar telah menjelaskan, kenapa tanah yang diambil dari Daik Lingga, menurut Ansar tanah ini berada di lokasi Struktur Cagar Budaya Bekas Tapak Istana Damnah yang dibangun pada Tahun 1860, silam, di masa Kesultanan Lingga – Riau, Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah II (1857-1883) dan dibantu oleh yang Dipertuan Muda Riau X, Raja Muhammad Yusuf Al Ahmadi beserta Pemaisurinya (isteri) Tengku Embung Fatimah.
“Tepatnya tanah yang dibawa ini diambil dari lokasi Balai Bertitah (Singgasana), dari tempat Balai Pemerintahan Sultan yang merupakan Balai Bagian Bekas Istana Sultan Lingga Riau terakhir, di Daik Lingga, Kabupaten Lingga, Bunda Tanah Melayu,” terang Gubernur Kepri.
Sesuai sejarah, jelasnya, istana Damnah tahta pemerintahannya ketika itu diteruskan oleh Tengku Embung Fatimah (1883-1883), sebagai pemerintahan sementara. Lalu, dilantiklah dan dinobatkannya, Anandanya Raja Abdul Rahman menjadi Sultan Lingga – Riau, pada Tahun 1875, dengan gelar Sultan Abdulrahman Muazzam Syah (1885-1991), yang merupakan Sultan Lingga – Riau terakhir.
“Berdasarkan sejarah, sumber tanah yang kita bawa ini sangat erat kaitannya dengan sejarah maupun nilai-nilai leluhur Melayu di Kepri,” jelas Ansar.
Adapun alasan membawa air dari sumur Balai Adat Pulau Penyengat Indera Sakti dikarenakan banyak yang mengatakan apabila seseorang ke Tanjungpinang, Kepulauan Riau belumlah lengkap jika belum bertandang ke Pulau Penyengat serta minum atau sekedar cuci muka, menggunakan air di Pulau Penyengat tersebut.
“Saat ini, situs situs bersejarah yang ada di pulau Penyengat sedang diusulkan kepada UNESCO (Badan PBB untuk Pendidikan dan Kebudayaan), untuk menjadi situs warisan dunia,” papar Ansar.
“Dan air tawar itu hingga saat ini tetap bisa dinikmati oleh masyarakat setempat dan para wisatawan yang datang berkunjung. Sebab, ada beberapa sumur di Penyengat dan salah satunya adalah. yang berada di bawah gedung Balai Adat Pulau Penyengat yang berfungsi sebagai tempat untuk menyambut setiap tamu atau mengadakan perjamuan untuk orang orang penting yang datang,” ujar Ansar lagi.
Sumur yang dimaksud oleh Gubernur Ansar tersebut, hanya memiliki kedalaman sekitar 2,5 meter. Meski demikian tidak pernah kering sepanjang tahun walaupun di musim kemarau. “Bahkan air sumur yang ditemukan sejak abad ke-16 itu, tidak asin seperti kebanyakan sumber air yang berada dekat laut. Artinya, walaupun sumur itu terletak hanya sekitar 30 meter dari pantai, tetapi airnya tetap tawar dan sangat segar,” pungkas Gubernur Kepri.(nov/r)