JAKARTA (HK) – Perusahaan rintisan (startup) berbondong-bondong hengkang dari Israel menyusul ketegangan politik imbas reformasi yudisial.
Kekacauan di Israel sudah terjadi sejak awal tahun dengan puluhan ribu orang turun ke jalan untuk berdemo hampir setiap pekan memprotes reformasi yudisial yang dianggap akan melemahkan peradilan dan menggerogoti independensi Mahkamah Agung.
Di antara pengunjuk rasa, ada salah satu Pendiri dan CEO Tipalti Chen Amit yang nilai perusahaannya bernilai US$8,3 miliar.
Tipalti adalah perusahaan akuntansi dan pembayaran global yang berbasis di Israel tetapi berkantor pusat di Foster City, California.
“Kami menangis untuk demokrasi dan kami berjuang untuk demokrasi,” kata Amit.
Amit adalah salah satu pengusaha startup yang pilih mengalihkan uang atau investasinya ke luar negeri karena khawatir dengan ketidakpastian, gangguan serta resiko dari perombakan yudisial di Israel.
Menurut Amit, semua dana perusahaan sudah disimpan di luar negeri, kecuali cadangan gaji tiga bulan karyawan seperti yang dipersyaratkan perbankan.
“Karena risiko kelangsungan bisnis yang ditimbulkan oleh perombakan tersebut, perusahaan memperoleh visa L1 yang memungkinkan pemberi kerja AS untuk memindahkan staf dari kantor luar negerinya ke kantor Amerika,” ujarnya.
Selain itu, Amit berharap 15 persen dari karyawannya di Israel bisa segera pindah ke luar negeri dalam 18 bulan ke depan. Ternyata, Amit tidak sendiri, banyak perusahaan yang terlebih dahulu melakukan pemindahan.
Jajak pendapat baru-baru ini dari Start-up Nation Central (SNC) menemukan hampir 70 persen lebih dari 500 startup yang disurvei memutuskan untuk memindahkan uang, pekerja, dan bahkan kantor pusat mereka ke luar Israel.
Bahkan ada yang merumahkan karyawan sebagai dampak dari perombakan undang-undang yang ada. Keputusan para perusahaan ini membuat aliran dana atau investasi yang masuk ke 7 ribu startup Israel anjlok hingga 70 persen.
“Investasi di Israel menurun secara signifikan,” kata Ari Strasberg, Wakil Presiden Strategi SNC.
Sumber: CNN Indonesia