Oleh: Ivan Ricardo
STIE Pembangunan Tanjungpinang

Dalam dinamika demokrasi Indonesia yang terus berkembang, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) memegang peran vital sebagai penjaga amanah rakyat.

Kinerja DPR, yang mencakup fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran, menjadi cerminan sejauh mana aspirasi masyarakat diakomodasi dalam kebijakan nasional. Namun, rekam jejak DPR sering kali menuai kritik tajam, mulai dari isu ketidakhadiran anggota sidang hingga keputusan kontroversial yang dianggap menjauh dari kepentingan publik.

Dalam konteks inilah penting untuk merekam kinerja dewan secara objektif sekaligus mengusulkan langkah-langkah konkret agar harapan rakyat dapat lebih teraktualisasi.

Pada ranah legislasi, DPR telah menyusun dan mengesahkan berbagai undang-undang strategis, seperti UU Ibu Kota Negara dan UU Perlindungan Data Pribadi.

Meski demikian, partisipasi publik dalam proses perumusan sering kali dianggap minim. Idealnya, setiap rancangan undang-undang yang dibahas harus melibatkan publik sejak tahap awal, termasuk melalui forum konsultasi daring dan audiensi terbuka.

Dengan cara ini, setiap regulasi lahir bukan dari menara gading, melainkan dari ruang dialog antara rakyat dan wakilnya.
Fungsi pengawasan DPR juga memerlukan revitalisasi. Banyak laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang penyimpangan anggaran di lembaga negara atau proyek pembangunan daerah belum ditindaklanjuti secara optimal oleh dewan. Misalnya, kasus pembangunan bendungan di daerah rawan longsor yang tetap dilanjutkan meski ada rekomendasi penghentian.

DPR harus lebih tegas dalam menggunakan hak angket dan interpelasi, serta mengedepankan transparansi hasil pengawasan melalui laporan berkala yang mudah diakses masyarakat.

Dari sisi pengelolaan anggaran, DPR berperan menyetujui APBN dan mengawasi penggunaannya. Namun, tantangan muncul dalam memastikan distribusi anggaran yang adil ke seluruh wilayah Indonesia, khususnya daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Melalui fungsi anggarannya, DPR perlu mendorong keadilan fiskal dengan mengawal implementasi dana desa, memastikan dana pendidikan dan kesehatan terserap secara efektif, dan menindaklanjuti laporan ketidaksesuaian penggunaan anggaran dengan tindakan nyata.
Untuk mengaktualkan harapan rakyat, DPR tidak cukup hanya bekerja di balik meja. Inovasi partisipasi harus ditingkatkan. DPR dapat menyelenggarakan virtual hearing reguler dengan pelajar, petani, buruh, dan kelompok marjinal lainnya. Keterlibatan aktif masyarakat dalam menyuarakan isu lokal akan memperkaya perspektif anggota dewan dalam membuat keputusan. Program seperti Parlemen Remaja, jika dimaksimalkan, dapat menjadi wahana regenerasi demokrasi dan pendidikan politik yang konkret.
Kinerja dewan juga perlu dipublikasikan secara masif dan mudah dipahami.

Saat ini, banyak masyarakat tidak mengetahui apa yang dilakukan wakilnya setelah terpilih. Untuk itu, transparansi harus dikemas dengan cara yang ramah digital: infografis kinerja per daerah pemilihan, podcast legislasi, hingga pelaporan kerja dalam bahasa daerah menjadi opsi yang relevan. Melalui pendekatan ini, jarak antara dewan dan rakyat dapat dipersempit, dan kepercayaan publik dapat diperkuat.

DPR memang bukan lembaga yang sempurna, tetapi ia adalah pilar utama dalam arsitektur demokrasi Indonesia. Harapan rakyat tidak boleh hanya menjadi slogan kampanye, melainkan harus menjadi kompas moral dalam setiap kebijakan. Dengan rekam jejak yang transparan, mekanisme evaluasi kinerja yang terbuka, serta ruang partisipasi yang diperluas, DPR dapat benar-benar menjadi wakil rakyat—bukan sekadar pengisi kursi parlemen.

Share.
Leave A Reply