BATAM (HK) – Pemerintah memastikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% mulai berlaku pada 2025, termasuk untuk layanan uang elektronik (e-wallet) dan dompet digital. Namun, pajak ini bukan dikenakan pada jumlah saldo yang diisi, melainkan pada biaya jasa layanan, seperti pengisian ulang (top-up) atau transfer.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjelaskan bahwa kebijakan ini sesuai dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). “Jasa layanan uang elektronik memang tidak termasuk dalam kategori bebas PPN,” jelas Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan DJP.
Contohnya, jika biaya top-up sebesar Rp 1.500 dikenai PPN 12%, maka tambahan pajaknya hanya Rp 180. Sebelumnya, dengan PPN 11%, tambahan pajak hanya Rp 165. Artinya, kenaikan ini hanya menambah biaya sekitar Rp 15 untuk tiap transaksi.
Aturan ini berlaku untuk semua layanan terkait uang elektronik, seperti e-money, e-wallet, transfer dana, pembayaran transaksi, hingga layanan paylater. Biaya tambahan PPN hanya dikenakan pada jasa yang disediakan, bukan nilai saldo yang ditransaksikan.
Meski terlihat kecil, konsumen diimbau untuk memperhitungkan biaya tambahan ini dalam aktivitas sehari-hari, terutama bagi mereka yang sering menggunakan dompet digital atau layanan fintech lainnya. (red/hk)