NATUNA (HK) — Pemerintah Kabupaten Natuna menyatakan, masyarakat sudah mulai berani melaporkan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak.
Hal ini ditandai dengan tingginya perkara tindak pidana kekerasan seksual yang mengorbankan anak yang dilaporkan masyarakat kepada polisi.
Kepala Bidang Pengawasan dan Perlindungan Anak Dinas PPPA Kabupaten Natuna, Yuli Ramadanita menjelaskan, selama tiga tahun terakhir ini terdapat 61 tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak yang ditangani kepolisian Polres Natuna.
Di tahun 2022 terdapat 19 perkara kekerasan seksual terhadap anak. Tindak kejahatan ini meliputi kejahatan berupa pencabulan sebanyak 4 orang, pelecehan seksual terhadap 6 orang anak dan persetubuhan 9 orang anak.
Sedangkan di tahun 2023 terdapat 13 tindak kejajahat yang meliputi pencabulan terhadap anak 4 orang dan persetubuhan 9 orang anak.
Sementara hingga pertengahan tahun 2024 ini terdapat 29 perkara yang meliputi pencabulan terhadap 5 orang anak, persetubuhan 5 orang anak dan perkara LGBT 19 orang anak.
“Ini semua ditangani kepolisian kebanyakannya atas dasar laporan masyarakat,” papar Yuli di Kantor Bupati Natuna, Jumat (14/6/2024).
Menurutnya, keberanian masyarakat ini muncul tidak lepas dan banyaknya upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Natuna selama bertahun-tahun.
Ia mengaku, pemerintah sudah sedari lama memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait antisipasi terjadinya kekerasan terhadap anak, termasuk kekerasan seksual.
Di samping itu, pemerintah juga secara aktif memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait mekanisme dan prosedur pelaporan perkara bila terdapat dugaan adanya tindak pidana kekerasan terhadap anak.
“Sosialisasi dan edukasi kita lakukan secara menyeluruh, mulai dari ibu kota hingga ke desa-desa dan bahkan komunitas -komunitas terkecil di tengah masyarakat,” paparnya.
Selain langkah sosialisasi dan edukasi, Yuli juga mengaku bahwa pemerintah telah menyiapkan sejumlah fasilitas dan wadah untuk masyarakat guna memeprmudah upaya antisipasi dan penangulangan kejahatan terhadap anak.
Fasilitas itu berupa penguatan lembaga-lembaga yang ada di desa, pembentukan UPT DPPA dan Pusat Pembelajaran Kelaurga.
“Ini untuk mempermudah edukasi dan konseling bagi masyarakat dan menguatkan pelayanan terhadap anak yang jadi korban tindak kejahatan,” paparnya.
Terakhir, ia mengingatkan kepada masyarakat bahawa berdasarkan Undang-undang RI tentang Perlindungan Anak bahwa semua orang memiliki kewajiban untuk menjaga dan mengedukasi seluruh anak Indonesia tanpa terkecuali.
“Dan kami berharap kepada masyarakat agar tidak takut melaporkan seluruh pristiwa kekerasan yang menimpa anak-anak kepada pihak terkait seperti UPT PPA Daerah, Kepolisian dan kepada kami. Mudah-mudahan dengan ini kejahatan kepada anak dapat kita basmi,” pungkasnya. (fat)