BATAM (HK) – Polemik pencabutan alokasi lahan Hotel Pura Jaya di Kota Batam sepertinya bakal berbuntut panjang dan mengalir ke ranah hukum yang cukup serius yakni dugaan pidana korupsi dalam bentuk gratifikasi senilai miliaran rupiah.
Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Tuntas Korupsi (GETUK) Kepri, Jusri Sabri mengatakan, berdasarkan hasil penelusuran pihaknya mendapati adanya indikasi dugaan korupsi melalui Tindakan Penyalahgunaan Wewenang dan Gratifikasi dalam upaya untuk menguasai serta pengalihan lahan yang sudah puluhan tahun dipercayakan kepada pihak hotel Pura Jaya melalui BP Batam kepihak kelompok tertentu.
.
“Hasil penelusuran kami, aroma korupsi berupa gratifikasi dalam upaya pengalihan lahan dimaksud sudah semakin terkuak,” kata Jusri Sabri, pria yang juga dikenal sebagai Koordinator Pejuang Marwah Kepri pada awak media ini di Tanjungpinang, Jumat (04/04/2025).
Lebih lanjut, Jusri mengatakan, adanya indikasi dugaan. Gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang tersebut pihaknya juga segera melaporkan ke Aparat Penegak Hukum (APH) yaitu langsung ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.
“Kami juga akan melaporkan dugaan mafia lahan dalam kasus ini ke Presiden RI Prabowo, termasuk ke DPR RI, agar Kasus dugaan “Perampasan” Lahan eks Hotel Pura Jaya ini termasuk kasus-kasus korupsi mafia lahan lainnya di Batam menjadi Atensi Pemerintah Pusat dan cepat terungkap hingga tuntas,”ujarnya.
“Selamatkan dan Kembalikan Lahan Eks Hotel Pura Jaya”
Berkaitan adanya dugaan mafia pengalihan lahan Hotel Pura Jaya tersebut, Ketua LSM GETUK Kepri ini juga berharap pihak pemerintah Provinsi Kepri maupun pemerintah pusat dapat segera bertindak untuk dapat menyelamatkan sekaligus mengembalikan lahan hotel ini
“Kita juga minta agar APH segera bertindak dan mengusut, sekaligus menangkap semua pihak yang diduga terlibat dalam perampasan lahan Eks Hotel Pura Jaya ini,”ucap Jusri
Dikutip dari beberapa berita media masa lokal beredar disebutkan adanya dugaan salah satu kelompok jaringan mafia menguasai tanah yang alokasi lahannya dicabut oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Indikasinya, untuk memperlancar praktik penguasaan lahan di BP Batam, penerbitan faktur Uang Wajib Tahunan (UWT) dapat dilakukan oknum di luar instansi BP Batam, sehingga alokasi lahannya dicabut, ditawarkan kepada perusahaan yang berminat.
Jika sudah ada kesepakatan, maka Faktur UWT langsung bisa diterbitkan oleh seseorang di luar instansi BP Batam.
Pernyataan itu disampaikan setelah menyimak kasus pencabutan alokasi lahan Hotel Pura Jaya yang dalam 15 hari diserahkan ke pihak perusahaan tertentu, guna mendapatkan alokasi lahan Hotel Pura Jaya, seluas 300.000 meter per segi.
Dalam praktiknya, proses pengalihan alokasi lahan dari berbagai pengusaha yang berada di lokasi strategis, didukung sepenuhnya oleh BP Batam.
Bahkan perobohan gedung sebesar Hotel Pura Jaya yang bernilai Rp400 miliar, pun, tanpa ragu-ragu dieksekusi segera dengan dikawal Tim Terpadu.
Tim Terpadu sejatinya untuk mengawal penertiban kawasan bangunan liar, tetapi belakangan ditugaskan untuk mengawal eksekusi perobohan bangunan milk pengusaha yang alokasi lahannya dicabut.
Peristiwa perobohan bangunan Hotel Pura Jaya dan gedung pabrik PT Metallwerk Industry di Tanjunguncang, Batam.
Alasan dicabutnya alokasi lahan perusahaan bisa dipicu oleh berbagai sebab, antara lain pengusaha yang memiliki lahan strategis tidak bersedia memberikan uang suap untuk memperpanjang UWT lahannya, sehingga perpanjangan UWT tanahnya ditutup BP Batam, dan selanjutnya alokasi lahan dicabut dan diserahkan ke pengusaha lain yang siap menampung lahan tersebut.
Informasi lainnya yang beredar, idapati fakta penerbitan Faktur UWT BP Batam atas alokasi lahan yang masih dikuasai oleh pengusaha penerima alokasi lahan sebelumnya.
Akibat terbitnya Faktur UWT baru di atas lahan yang masih dikuasai oleh perusahaan lain, muncul permasalahan baru, yakni tumpang tindih alokasi lahan.
Dalam perjalanannya penerima alokasi baru akan menguasai lahan karena pemilik alokasi lahan lama tidak lagi dapat membayar UWT. Dengan habisnya masa sewa lahan oleh pemilik lahan yang lama, maka secara hukum pemilik alokasi lahan yang lama menjadi batal atau tidak sah.
Indikasi lainnya, dalam Penerbitan Faktur UWT saat ini dikuasai oleh seseorang yang berada di eksternal BP Batam, atau bukan pejabat atau pegawai BP Batam.
Pengusaha yang akan menerima alokasi lahan yang dicabut dari pengusaha lama, tanpa perlu menunggu lama, bisa langsung mendapatkan Faktur UWT baru untuk alokasi lahan yang diurus, setelah adanya dugaan penyerahan sejumlah uang yang telah disepakati.
Modus seperti itu yang membuat perusahaan baru penerima alokasi lahan yang dicabut prosesnya amat cepat, karena yang menguasai administrasi lahan hingga Faktur UWT, dikuasai oleh mafia lahan di maksud.
Dikutip dari media lainnya, Direktur PT Dani Tasha Lestari (DTL) Rury Afriansyah, mengakui pengalaman yang sama dialaminya. Lahan Hotel Pura Jaya seluas 30 hektar diambil-alih oleh PT PEP. Modusnya, perpanjangan UWT oleh PT DTL ditutup oleh BP Batam, sehingga kurang dari setahun tanah itu dipaksa dikosongkan oleh BP Batam. Perintah pengosongan itu dijadikan sebagai dasar atau alasan untuk menguasai lahan dengan dibantu oleh Tim Terpadu.
Untuk kepentingan konfirmasi berita ini, redaksi belum bisa mengkonfirmasi pihak BP Batam yang lebih berkompeten memberikan penjelasan.
Dugaan Kasus UU ITE
Disisi dugaan kasus lainnya, Direktur PT Dani Tasha Lestari (DTL), pemiik Hotel & Resort Purajaya, Megat Rury Afriansyah, dikabarkan telah menyiapkan 8 Pengacara untuk mengawal kasus penyebaran berita bohong bermuatan fitnah, dan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh oknum tertentu.
Menurut Rury Afriansyah, tidak ada pilihan lain selain melanjutkan proses hukum terkait dengan laporan polisi yang telah disampaikan ke Direktorat Kriminal Khusus, Unit Cyber Crime di Polda Kepri.
Hal dimaksud agar dapat menjadi atensi bagi pihak kepolisian, Direktur PT DTL itu memohon bantuan pihak-pihak terkait untuk melengkapi data dan bukti. Tidak menutup kemungkinan akan berkordinasi dengan Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Markas Besar (Mabes) Polri.
Informasi yang diperoleh media ini, ada pihak yang dicurigai sedang bekerja untuk melindungi mafia tanah dengan berbagai strategi yang telah mereka siapkan.(**)