BINTAN (HK) – Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Bintan sudah memeriksa kembali 5 puskesmas dari 14 puskesmas se-Bintan yang telah mengembalikan kerugian negara dari pencairan fiktif insentif nakes dalam menangani pandemi Covid-19.

Pemeriksaan itu dilakukan untuk memverifikasi kerugian negara yang sebenarnya dari masing-masing puskesmas yang ada di Bintan. “Lima puskesmas sudah selesai, dan rata-rata ada penambahan (kerugian negara),” kata Kepala Kejari Bintan I Wayan Riana, Minggu (9/1).

Sehingga, ada penambahan jumlah kerugian negara ini disebabkan karena pada pengembalian pertama yang sudah diterima dari 14 puskesmas se-Bintan sebesar Rp 504 juta beberapa waktu lalu masih berdasarkan perhitungan mandiri dari tiap-tiap puskesmas.

“Sehingga pada saat diverifikasi bersama dengan penyidik kami, rata-rata kerugian negaranya tidak sesuai dengan yang sudah dikembalikan. Sehingga, harus dikembalikan lagi sisanya,” katanya.

Sebagai contoh kata dia, Puskesmas Teluk Sasah yang sudah mengembalikan Rp 50 juta berdasarkan perhitungan mandiri dari puskesmas. I Wayan mengatakan, setelah diverifikasi ternyata kerugian negaranya sebesar Rp 130 juta. “Sehingga sisanya harus dikembalikan lagi,” timpalnya.

Ia menambahkan, pemeriksaan untuk memverifikasi seluruh puskesmas masih dilakukan secara terus menerus. Sehingga, total kerugian negara yang harus dipulihkan bisa optimal.

Dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi insentif nakes dalam penanganan Covid-19 di Kabupaten Bintan dua tahun anggaran yakni 2020-2021, Kejari Bintan telah menetapkan Kepala Puskesmas Sei Lekop dr Zailendra Permana sebagai tersangka.

“Kasusnya masih proses penyidikan dengan pemeriksaan ahli dan digital forensik,” kata I Wayan.

Secara keseluruhan, total kerugian negara yang sudah berhasil dipulihkan sementara sebesar Rp 600 juta lebih. Jumlah tersebut akan terus bertambah seiring hasil verifikasi dari tiap-tiap puskesmas.

Sebagaimana diketahui, pemerintah melakukan recofusing anggaran untuk penanggulangan pandemi Covid-19. Alokasi sebesar Rp 6 miliar lebih diperuntukan bagi insentif nakes dalam menangani pandemi.

Uang itu diperuntukan bagi RSUD Bintan sebesar Rp 2 miliar lebih, dan sisanya dialokasikan untuk 15 puskesmas se-Bintan.

Namun, anggaran tersebut diduga dikorupsi dengan mengajukan SPj fiktif agar bisa mencairkan anggaran tersebut. Hal itu terendus oleh Kejari Bintan dan penyidik bergerak cepat dan menetapkan dr Zailendra Permana sebagai tersangka dalam kasus itu. (oxy)

Share.
Leave A Reply