JAKARTA (HK) — Isu di sektor perumahan belum sepenuhnya terselesaikan. Salah satu alasan utamanya adalah ketidakseimbangan antara permintaan akan rumah dan ketersediaan rumah atau backlog.
Menurut Hirwandi Gafar, Direktur Consumer Bank BTN, salah satu kendala besar di sektor perumahan adalah backlog yang belum berhasil diatasi hingga saat ini.
“Tantang ke depan untuk perumahan ini bukan semakin mengecil tapi semakin besar. Kenapa semakin besar? Satu, kita lihat dari sisi demand, backlognya masih tinggi 12,7 juta. Setiap tahun ada keluarga baru sekitar 800-900 ribu. Dari data terbaru PUPR bahkan sampai 1-1,1 juta (keluarga baru) sementara semua pengembang setiap tahun hanya membangun sekitar 500-600 ribu rumah, artinya apa? Backlog setiap tahun akan semakin banyak,” ujarnya dalam acara Rakernas Apersi di Vertu Hotel, Jakarta Pusat (10/11/2023).
Tambahannya, Haryo Bekti Martoyoedo, Direktur Pelaksanaan dan Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR, menyampaikan beberapa tantangan tambahan dalam sektor perumahan.
Salah satunya adalah terkait tata kota, yang memerlukan upaya agar masyarakat dapat bermukim di perkotaan melalui hunian seperti rumah susun (rusun).
“(Tantangan sektor perumahan ke depan) mungkin perkotaan, bagaimana caranya membuat orang itu bisa tinggal di perkotaan, yang mungkin di metropolitan atau kota besar adalah rusun, bagaimana kita bisa menciptakan ekosistem rusun baik dari pengembang, perbankan, dan kemampuan dari masyarakatnya,” katanya kepada wartawan usai memberikan sambutan di Rakernas Apersi.
Hingga saat ini, Haryo menyatakan bahwa belum ada pengembang yang sangat berminat untuk mengembangkan hunian vertikal di perkotaan, khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Menurutnya, apabila terdapat lahan yang sesuai dan pengembang bersedia untuk membangun rusun bagi MBR, tidak menutup kemungkinan bahwa MBR dapat tinggal di hunian vertikal tersebut.
“Nah ini bagaimana kita membuat ekosistem yang menarik bagi pengembang. Tentunya kita tahu kalau bagi pengusaha itu kan butuh return, seberapa besar pun itu kembali plus margin tertentu,” tuturnya.
“Itu yang harus kita kembangkan sekarang bagaimana rumah vertikal itu bisa dari pengembangnya, dari perbankannya, dan juga skema untuk si MBR untuk akses keterjangkauan kepada produk itu,” ungkapnya.
Tantangan berikutnya terkait kepemilikan rumah bagi pekerja informal. Haryo menyatakan bahwa perlu adanya skema-skema pembayaran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang memungkinkan pekerja informal memiliki rumah.
“Kalau untuk orang-orang yang punya penghasilan (tetap), punya slip gaji kan gampang, jadi bagaimana dengan orang-orang yang di luar itu (untuk bisa memiliki rumah). Itu juga tantangan ke depan,” ungkapnya.
Sumber: DetikProperti