JABAR (HK) – Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025, semakin memicu perbincangan publik.
Salah satu isu yang hangat dibahas adalah kemungkinan pengenaan tambahan pajak pada transaksi yang menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), yang kini menjadi bagian penting dari transaksi cashless.
QRIS, sebagai salah satu alat pembayaran digital yang semakin populer, kini menjadi sorotan terkait PPN. Pengenaan PPN pada transaksi QRIS dikaitkan dengan biaya Merchant Discount Rate (MDR) yang dibebankan oleh Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP), seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2022 tentang Pajak Penghasilan dan PPN atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.
Namun, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa sistem pembayaran seperti QRIS tidak dikenakan PPN, sama halnya dengan kartu debit atau metode transaksi lainnya. “PPN hanya berlaku pada nilai barang yang dibeli, bukan pada sistem pembayarannya,” ujarnya.
Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, menambahkan bahwa pengenaan PPN atas layanan uang elektronik bukan hal baru.
Layanan uang elektronik, termasuk QRIS, sudah termasuk objek pajak dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN, dan tetap dikenakan PPN sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). (cnn)