TANJUNGPINANG (HK) – Ketua Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran Republik Indonesia (BPI KPNPA RI), Tubagus Rahmad Sukendar, melaporkan dugaan kasus korupsi pengadaan tanaman bonsai di Kabupaten Lingga ke Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepulauan Riau (Kepri).
Dugaan korupsi ini diduga melibatkan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) Kabupaten Lingga serta Maratusoliha, istri Bupati Lingga.
Dalam keterangannya, Tubagus Sukendar mengungkapkan bahwa pihaknya telah berkomunikasi secara intens dengan Kejati Kepri untuk menindaklanjuti kasus ini dan sudah mendatangi langsung Kantor Kejati Kepri, di Senggarang, Kecamatan Tanjungpinang Timur, Kota Tanjungpinang.
“Kita sudah menjalin komunikasi dengan Kejati Kepri untuk meneruskan kasus korupsi di Perkim Kabupaten Lingga.
Kami berharap kasus ini segera diproses hukum untuk menyelamatkan keuangan negara,” kata Tubagus Sukendar , Kamis, (3/10/2024) saat diwawancarai dengan awak media di Kejati Kepri.
Berdasarkan data yang diperoleh dari situs sirup.lkpp.go.id, pengadaan bibit bonsai tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Kabupaten Lingga Tahun Anggaran 2021 dengan total pagu sebesar Rp290.440.000.
Dana ini kemudian dipecah menjadi empat kegiatan dan diberikan kepada empat perusahaan, yakni CV. Singkep Pesisir Jaya, CV. Aulia Flora, CV. Putera Bertuah, dan CV. Mayada Wijaya.
Musfaidi alias Boim, seorang pengusaha bonsai di Daik Lingga, mengungkapkan bahwa pengadaan tanaman bonsai tersebut merupakan usulannya kepada istri Bupati Lingga, Maratusoliha.
Ia mengklaim bahwa dirinya menawarkan 48 pohon bonsai dengan total nilai Rp195 juta.
“Harganya variatif, ada yang seharga Rp200 ribu per pohon hingga dua pohon seharga Rp15 juta,” ungkap Boim.
Sementara itu, Tri Kadarisman, Direktur CV. Putera Bertuah, kepada media, mengaku bahwa perusahaannya hanya dipinjam oleh Dinas Perkim Kabupaten Lingga untuk keperluan pengadaan barang tersebut.
Ia menegaskan bahwa tidak mengetahui apa pun terkait pengadaan bonsai.
“Saya tidak tahu-menahu soal bonsai. Perusahaan saya hanya dipinjam oleh pihak Dinas Perkim,” tegasnya.
Tri juga menambahkan bahwa keuntungan yang diterimanya dari peminjaman perusahaannya sangat minim, tidak sampai Rp1,5 juta. Bahkan, dana yang masuk ke rekening perusahaan langsung ditarik tunai dan diserahkan kepada pihak Dinas Perkim.
Informasi terbaru yang diterima menyebutkan bahwa pengadaan bonsai di Kabupaten Lingga tidak hanya terjadi pada tahun 2021, melainkan juga pada 2022 dan 2023, meskipun barang yang diadakan diduga fiktif.
Kasus ini masih dalam tahap penyelidikan lebih lanjut di Kejati Kepri. (eza)