JAKARTA (HK) – Jumlah pengangguran di Indonesia paling banyak disebut berasal dari kelompok penduduk usia 15-24 tahun atau yang tergolong generasi Z.
Ekonom menyebut, apabila tidak diatasi, kondisi ini dapat menyebabkan gagalnya bonus demografi.
“Banyaknya pengangguran Gen Z khususnya yang lulusan sarjana S1 membuat Indonesia kehilangan momentum bonus demografi,” kata Direktur Kebijakan Publik Celios Media Wahyudi Askar, Senin (13/11/2023).
Sebagai informasi, bonus demografi terjadi saat jumlah penduduk usia produktif jauh lebih banyak dibandingkan penduduk usia lanjut yang tidak produktif. Mereka yang masuk usia produktif termasuk kelompok generasi Z atau Gen Z.
Media mengatakan, terdapat beberapa penyebab tingginya pengangguran di kalangan Gen Z. Pertama, adanya mismatch lapangan kerja yang tersedia dengan keahlian yang dimiliki oleh Gen Z khususnya para lulusan sarjana.
Kedua, terdapat penurunan daya beli masyarakat yang berdampak langsung pada sektor industri. Ketiga, meningkatnya tren work life balance di kalangan Gen Z sehingga sebagian memilih untuk tetap menganggur sampai menunggu pekerjaan yang layak menurut mereka.
“Berdasarkan studi Delloite pada 2022, sekitar 32 persen Gen Z memilih hanya bekerja di tempat yang menjanjikan work life balance,” jelas Media.
Di sisi lain, Media melihat, terjadi peralihan tren yaitu menurunnya tingkat pengangguran terbuka lulusan SMA. Artinya, penyerapan tenaga kerja SMA lebih baik.
Salah satu penyebab adalah menguatnya gig economy. Selain itu, lulusan SMA tidak begitu selektif memilih lapangan kerja, selama bisa menjanjikan penghasilan yang baik untuk menunjang kebutuhan mereka.
“Soal Gen Z yang lebih memilih sektor informal, kalau di breakdown lagi, fenomenanya lebih kompleks. Ketersediaan modal lebih mempengaruhi motivasi Gen Z memilih jalan entrepreneur,” kata Media.
Sumber: Republika