BATAM (HK) – Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Tuntas Korupsi (GETUK) Kepri, Jusri Sabri  kembali angkat bicara terhadap polemik pengalihan dan pencabutan alokasi lahan Hotel Pura Jaya di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) yang diduga telah menelan ratusan milyar rupiah kerugian yang dialami oleh penguasa awalnya hingga tercium aroma dugaan korupsi berupa gratifikasi dan penyalahgunaan kewenangan.

“Berdasarkan data yang cukup kami miliki, termasuk hasil penelusuran dan telaah kami, setidaknya ada 3 (Tiga) yang menjadi fokus kami atas polemik pengalihan lahan hotel Pura Jaya tersebut, yakni (1). Penyalahgunaan Wewenang (2). Gratifikasi (Suap) dan
(3). Perobohan dan Perusakan Bangunan eks Hotel Pura Jaya tanpa izin atau sepihak, hingga dapat merusak dunia investasi khusus di kota Batam. kata Jusri Sabri pada media ini, Minggu (13/04/2025).

Berdasarkan hal dimaksud, Jusri Sabri, pria yang dikenal kerap menyoroti dugaan korupsi di wilayah Provinsi Kepulauan Riau ini menyatakan telah mengumpulkan dan menyusun sejumlah dokumen yang cukup ini untuk serahkan ke penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), termasuk ke Kejaksaan Agung (Kejagung) RI dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) di Jakarta.

“Kami yakin, ketiga institusi (KPK, Kejagung RI dan PPATK) ini, bekerja sangat profesional dan segera melakukan langkah-langkah sesuai aturan hukum berlaku, ditambah lagi anjuran dari Bapak Presiden RI Prabowo Subianto yang akan menindak tegas mereka-mereka yang melakukan korupsi (gratifikasi) seperti yang telah dilakukan pihak Kejagung RI menangkap para tersangka dugaan korupsi berupa gratifikasi di Jakarta Selatan kemarin dan sebelumnya,” ungkap Jusri Sabri.

Ia menyebutkan sebagaimana dikutip beberapa berita media masa lokal beredar disebutkan adanya dugaan salah satu kelompok jaringan mafia menguasai tanah yang alokasi lahannya dicabut oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Disampaikan, bahwa penyalahgunaan wewenang dalam jabatan dapat dikenakan sanksi pidana penjara, denda, dan pidana tambahan lainnya, sesuai dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor.

*Sanksi pidana, paparnya yakni Pidana penjara seumur hidup, Pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun, ditambah sanksi denda, paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar,”jelasnya.

Diterangkan, bahwa saksi pidana untuk gratifikasi diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

“Ancaman hukumannya adalah: Pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun ditambah Pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar,”terangnya.

Sementara untuk Gratifikasi jelasnya, merupakan pemberian yang diberikan karena layanan atau manfaat yang diperoleh. Gratifikasi dapat berupa uang, barang, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, dan lain-lain.

“Pasal 200 ayat (1) KUHP, Barangsiapa dengan sengaja menghancurkan atau merusak gedung atau bangunan, diancam : dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika karenanya timbul bahaya umum bagi barang”ujarnya pria yang juga termasuk salah seorang pejuang di Kepri ini.

Indikasinya, untuk memperlancar praktik penguasaan lahan di BP Batam, penerbitan faktur Uang Wajib Tahunan (UWT) dapat dilakukan oknum di luar instansi BP Batam, sehingga alokasi lahannya dicabut, ditawarkan kepada perusahaan yang berminat.

Jika sudah ada kesepakatan, maka Faktur UWT langsung bisa diterbitkan oleh seseorang di luar instansi BP Batam.

Pernyataan itu disampaikan setelah menyimak kasus pencabutan alokasi lahan Hotel Pura Jaya yang dalam 15 hari diserahkan ke pihak perusahaan tertentu, guna mendapatkan alokasi lahan Hotel Pura Jaya, seluas 300.000 meter per segi.

Dalam praktiknya, proses pengalihan alokasi lahan dari berbagai pengusaha yang berada di lokasi strategis, didukung sepenuhnya oleh BP Batam.

Bahkan perobohan gedung sebesar Hotel Pura Jaya yang bernilai Rp400 miliar, pun, tanpa ragu-ragu dieksekusi dan dikawal Tim Terpadu.

Informasi lainnya yang beredar, didapati fakta penerbitan Faktur UWT BP Batam atas alokasi lahan yang masih dikuasai oleh pengusaha penerima alokasi lahan sebelumnya.

Akibat terbitnya Faktur UWT baru di atas lahan yang masih dikuasai oleh perusahaan lain, muncul permasalahan baru, yakni tumpang tindih alokasi lahan.

Modus seperti itu yang membuat perusahaan baru penerima alokasi lahan yang dicabut prosesnya amat cepat, karena yang menguasai administrasi lahan hingga Faktur UWT, dikuasai oleh mafia lahan di sana

Direktur PT Dani Tasha Lestari (DTL) Rury Afriansyah menyatakan dukungannya atas upaya Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Tuntas Korupsi (GETUK) Kepri, Jusri Sabri yang akan melaporkan polemik pencabutan alokasi lahan Hotel Pura Jaya di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri ke KPK, Kejagung dan PPATK di Jakarta.

Rury memaparkan, akibat tindakan pencabutan alokasi lahan Hotel Pura Jaya tersebut, pihaknya telah mengalami total kerugian sekitar Rp.900 miliar, berupa bangunan beserta isinya termasuk lahan yang telah dikuasai selama ini. Disamping itu, sebanyak 300 orang karyawannya dulu terpaksa diberhentikan. Dimana sebagian besar karyawan tersebut merupakan putra daerah di Kepri,”ucapnya.

Diberitakan, Meski Pengadilan Negeri (PN) Batam mengalahkan gugatan PT DTL melawan pihak ketiga perusahaan yang berkaitan dengan sengketa lahan dimaksud

Jusri Sabri kembali mengungkapkan, mengutip Pernyataan Firdaus, SH, mantan Kasubdit Pertanahan dan Kawasan Khusus Kementerian Dalam Negeri RI yang mempertanyakan
dasar hukum rencana pengembangan usaha atau yang dikenal dengan business plan dijadikan sebagai dasar untuk mencabut dan tidak mau perpanjangan alokasi lahan yang telah di kuasai oleh manajemen Hotel Pura Jaya sebelumnya.

Dikatakan, berdasarkan Peraturan Pemerintah RI nomor 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, pada pasal 37 ayat (4) menjelaskan: Tanah yang Dikuasai Langsung oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penataan kembali penggunaan, pemanfaatan, dan pemilikan menjadi kewenangan Menteri dan diberikan prioritas kepada bekas pemegang hak dengan memperhatikan sejumlah alasan.

Alasan itu, antara lain: (1).Tanah nya masih diusahakan dan dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak; (2). Syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; (3). Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak; (4). Tanahnya masih sesuai dengan rencana tata ruang; (5). Tidak dipergunakan dan/atau direncanakan untuk kepentingan umum; (6).Sumber daya alam dan lingkungan hidup; dan (7). Keadaan tanah dan masyarakat sekitar.

Dasar yuridis itu, sangat kuat untuk membatalkan pengalokasian tanah kepada pihak ketiga, dalam kasus Hotel Pura Jaya dimaksud.

Dimana, penyewa baru harus memastikan bahwa kewajiban PBB (Pejak Bumi dan Bangunan) telah dialihkan kembali kepada BP (Badan Kawasan Batam), untuk seterusnya dialihkan kepada penerima alokasi.

Jika tidak, berarti masih ada persoalan hukum. Harusnya, ditunda dulu pengambil-alihan tanah sampai clear secara hukum.

Sebelumnya diperoleh informasi, kuat dugaan dukungan penguasa di BP Batam yang melindungi inisiator perobohan gedung Hotel Pura Jaya, sehingga kasus perusakan hotel yang telah beroperasi lebih dari 20 tahun itu tidak tersentuh hukum.

Kuasa Hukum PT Dani Tasha Lestari (PT DTL), pemilik hotel, yakin pengaduan tindak pidana terhadap pihak ketiga pada perjalanannya bisa mengarah kepada pimpinan di BP Batam.

Dikatakan, pihaknya telah mengantongi alat bukti dalam kasus pidana tentang perobohan gedung Hotel Pura Jaya. Ada saksi yang melihat perobohan, termasuk barang bukti sebagai bukti petunjuk, dan ada surat-surat yang menyatakan tindakan perobohan itu tidak memiliki dasar hukum. .

Eko Nurisman menjelaskan, Direktur PT DTL Ruri Afriansyah sebagai pengusaha yang telah menjalankan usaha perhotelan, telah membawa nama harum Batam di tingkat nasional dan internasional.

Sekarang, dengan adanya tindak pidana perobohan yang dilindungi, mengalami kerugian yang sangat besar.

”Pak Ruri Afriansyah sebagai Direktur PT Dani Tasha Lestari yang menginvestasikan ratusan miliar dalam perhotelan, telah berusaha menggairahkan dunia investasi di Batam dan Kepri, tetapi tidak diindahkan sama sekali oleh BP Batam. Malah balasannya, aset miliknya dirobohkan tanpa dasar hukum,” pungkasnya

Hingga berita ini di publish, belum diperoleh konfirmasi dari pihak yang yang terkait atas dugaan kasus ini. (**)

 

Share.
Leave A Reply