KARIMUN (HK) – Kepala Badan Karantina Indonesia (Kabarantin), Sahat M Panggabean, menilai bahwa, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), sangat strategis untuk pengembangan ekspor-impor.
Hal tersebut disampaikan Sahat saat kegiatan peresmian Kantor Karantina Satuan Pelayanan Pelabuhan Tanjung Balai Karimun (Satpel Karimun), dan kolaborasi bersama di wilayah perbatasan, Rabu (02/10/2024).
Sahat mengatakan, daerah atau wilayah Karimun berbatas langsung dengan Malaysia dan Singapura. Kemudian, juga menyebutkan potensi komoditas ekspor di Karimun cukup besar.
“Saya menyampaikan kepada Pjs Bupati, bahwa Karimun sangat strategis. Ke depan ada suatu tantangan, tapi bisa, karena komoditi ekspor impor disini jalan. Mudah-mudahan bupati dapat melihat peluang ini, kerena disini sangat strategis. Untuk peluang ekspor yang bisa dikembangkan, contohnya dulu disini ada gambir, kelapa, durian dan pertenakan,” kata Sahat.
Selain itu, lanjut Sahat, di Kabupaten Karimun kolaborasi antar institusi kementerian dan lembaga berjalan dengan sangat baik. Hal itu terbukti melihat kinerja Stranas PK serta SSMQC di wilayah Karimun yang memperoleh rapor hijau dari KPK.
“Ada laporan dari tim KPK jika di Karimun rapornya hijau. Artinya institusi di Border pelayanan disini sudah bersinergi dengan baik dan direspon dengan baik oleh pelaku usaha. Ini model yang bagus, daerah perbatasan tapi teman-teman institusi Kementerian dan lembaga bersinergi dengan baik,” ujarnya
Ditambahkan Kabarantin, semua institusi telah melakukan layanan secara digital, yang dapat memberikan kepastian layanan, biaya dan waktu.
“Ini bukti kehadiran pemerintah. Badan Karantina menjaga Indonesia dalam hal-hal seperti hama penyakit dan lainnya. Sekaligus membantu ekspor. Kita menginginkan barang-barang yang masuk ke Indonesia melalui Karimun sehat dan baik. Lalu mendorong barang ekspor yang bagus sehingga tidak ada komplain di negera tujuan,” sambung dia.
Kemudian Sahat menuturkan diperlukan penguatan pengawasan dan pelayanan karantina di perbatasan dan pulau-pulau terluar Indonesia. Ini dikarenakan wilayah NKRI yang sebagian besar berupa kepulauan yang memiliki banyak tempat pemasukan/pelabuhan ilegal.
“Penguatan fungsi karantina tersebut meliputi sumber daya manusia, laboratorium dan tentunya kelengkapan yang diperlukan baik untuk pelayanan maupun pengawasan dalam hal ini,” ungkapnya.
Kepala Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Kepualuan Riau (Karantina Kepri), Herwintarti menambahkan, potensi ekonomi maupun potensi pelanggaran regulasi karantina berupa pemasukan komoditas hewan, ikan, tumbuhan dan produknya melalui pelabuhan di pulau terluar seperti di Tanjung Balai Karimun sangat potensial.
Hingga Agustus 2024, jumlah penahanan, penolakan dan pemusnahan di Satpel Karimun sebanyak 219 kg atau 48 kali, yang didominasi barang bawaan penumpang dari Singapura dan Malaysia. “Seperti buah-buahan, bunga potong, benih tanaman, daging sapi, kerbau, serta olahan lainnya,” kata Herwintari.
Diungkapkannya, hampir keseluruhan pelanggarannya, karena komoditas tersebut tidak dilengkapi dengan dokumen persyaratan karantina.
“Sedangkan tindakan pelanggaran karantina yang berkolaborasi dengan Bea dan Cukai Tanjung Balai Karimun yaitu sebanyak 78,3 ton yang terdiri dari komoditas bawang bombay, bawang merah, daging beku dan benih bening lobster,” paparnya.
Diterangkan Kepala Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Kepri ini, dimana seluruh komkditas tersebut ditangkap dan dilalulintaskan secara ilegal di wilayah perbatasan di Tanjung Balai Karimun.
“Terdapat berbagai komoditas unggulan di Kabupaten Karimun yang harus dijaga dan didorong peningkatan nilai ekonominya, seperti komoditas ikan tenggiri, udang kering, ikan sembilang, bungkil kelapa dan air kelapa dengan tujuan ekspor ke Malaysia dan Singapura,” tambah Herwintarti. (ulc)