BATAM (HK) – Dengan adanya kebijakan efisiensi anggara dari pemerintah pada tahun 2025 ini akan berdampak pada sejumlah sektor, termasuk di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) salah satunya adalah sektor pariwisata.
Padat tahun 2025 ini pariwisata di Provinsi Kepri diperkirakan akan tertidur atau terpuruk akibat dari kebijkan efisiensi tersebut. Regulasi ini dinilai tidak mendukung. Selama ini pariwisata sangat bergantung pada anggaran pemerintah.
Praktisi pariwisata dan ketua Dewan Penasihat Aspabri, Surya Wijaya mengatakan, kalau Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi memanfaat potensi yang dimiliki daerahnya, kenapa Provinsi Kepri juga tidak bisa memanfaatkan border mewah yang dimiliki Kepri, yaitu berbatasan langsung dengan Singapura dan Malaysia.
“Kalau Jawa Barat melakukan terobosan disaat efesiensi ini, seharusnya Kepri juga bisa melakukan hal yang sama, bahkan bisa lebih dari itu,” kata Surya, Rabu (26/3/2025).
Dikatakan Surya, para pelaku pariwisata di Kepri ini dan khususnya Batam cukup banyak, dengan kondisi saat ini seharusnya pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Pariwisatanya lebih bisa mendekat kepada industri pariwisata.
Tujuannya adalah bagaimana bisa berkolaborasi dan membuat terobosan bersama, bagaimana pariwisata tetap berjalan, walapun adanya kebijakan efesiensi tersebut.
Banyak terobosan yang bisa dilakukan untuk jalannya pariwisata ini. Salah satu contoh adalah membuat peluang yang baru dengan segmen yang ada dengan harga khusus.
“Kalau malaysia bisa membuat harga khusus untuk Indonesia, kenapa di Kepri tidak bisa juga membuat harga khusus seperti itu,” ujar Surya.
Menurutnya, di Batam hotel segmennya mengacu pada Singapura saja, yang terjadi adalah harga hotel di Batam mahal, karena mengambil mareketnya hanya Singapura, harga Singapura itu semuanya diikuti, dampaknya adalah hotel-hotel sepi.
Padahal sebenarnya, jika ada dibuat harga khusus untuk yang segmen lain maka okupansi hotel itu bisa lebih ramai lagi. Initinya untuk saat ini sangat dibutuhkan kolaborasi yang cerdas, memanfaatkan border yang ada.
“Selama ini kan tidak. Selama ini banyak yang membuat event yang tidak produktif, mubazir anggaran saja, dengan adanya efesiensi ini maka paling tidak berkacalah. Selama ini banyak event-event yang hanya asal-asalan yang menghabiskan anggaran dan tidak berdampak langsung,” tuturnya.
Ditegaskannya, dalam kondisi saat ini, Provinsi Kepri memerlukan pemimpin yang taktis yang bisa melihat peluang yang ada secara demografi, contohnya di sektor pariwisata dengan border mewah Singapura dan Malaysia.
“Jika pusat terbentur aturan menurut saya tidak mungkin tidak bisa diatasi jika mau, apalagi industri semua ada di Batam dan Bintan. Yang pasti jangan hanya meminta kepada industri tapi harus berani memberi juga agar industri dan pelaku mau bekerjasama,” pungkasnya. (dam)