TANJUNGPINANG (HK) – Lahan seluas lebih kurang 6 hektar, di Jalan WR Supratman, samping Perumahan Galang Permai di Kilometer 11 Kelurahan Air Raja Kecamatan Tanjungpinang Timur, kini dipasang patok pembatas.
Pasalnya, lahan mangrove yang berada di daerah hulu Sei Carang yang diketahui milik Djodi Wirahadikusuma, namun dikuasai seseorang berinisial BS.
Bahkan sebagian lahan yang ditumbuhi hutan bakau itu sudah dibabat BS, yang sebelumnya terjerat kasus pengrusakan hutan bakau (mangrove) di hulu Sei Carang, oleh Polresta Tpi melalui unit Tindak Pidana Tertentu (Tipiter). Dan Satreskrim mulai mengumpulkan bahan dan keterangan (pulbaket).
Namun pada Agustus tahun 2020 lalu, telah dihentikan penyelidikan terhadap pengrusakan hutan bakau dengan alasan tidak cukup bukti. Diketahui lahan seluas 6 Hektar itu berada pada hutan produksi terbatas (HPT), dan area seluas 60% berada pada tumbuh air dan area penggunaan lain (APL), telah dilakukan penimbunan dengan pengrusakan hutan bakaunya.
Lalu, pihak polisi khusus kehutanan bersama lurah setempat, Bhabinkamtibmas, RT dan pihak kecamatan, sudah memasang tanda 3 titik patok di lokasi lahan mangrove tersebut.
Selanjutnya, isi dari tanda itu menerangkan bahwa kawasan ini (Hulu Sungai Carang) adalah kawasan hutan bakau. Dari sana disebutkan bahwa ada pelarangan menebang dan menimbun hutan mangrove/bakau tanpa izin dari pejabat yang berwenang.
Setiap orang dilarang melakukan perusakan lingkungan hidup dan melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan. Yakni berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, akan diancam dengan pidana paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000 (Sepuluh Miliar Rupiah).
Djodi Wirahadikusuma, ketika dijumpai media ini membenarkan bahwa, lahan miliknya dibabat habis oleh BS, bahkan mangrove yang ada di areal itu dilakukan penimbunan dengan membabat mangrove yang ada, dan sebagian lagi telah dibangun masjid, dan rumah rumah penduduk yang mengaku membeli tanah dari BS.
“Sesuai peraturan pemerintah, membabat hutan bakau tanpa ijin itu sudah salah. Apalagi yang dibabat itu lahan milik orang,” tegas Djodi.
Terkait hal ini, Kepala Dinas Kehutanan dan pertanian Tanjungpinang-Bintan, Ruah Amilah dikonfirmasi, Selasa (11/4) mengatakan, pihaknya sudah memasang patok di beberapa titik sebagai tanda untuk kelanjutan penyelamatan hutan mangrove.
Karenanya, terang Kadis tersebut, pihak kelurahan maupun kecamatan sering tidak tahu posisi atau batas dari daerah mangrove itu sendiri.
“Kita sudah pasang patok di 3 titik. Di Sei Carang ada 1, dan di Tanjung Moco (Dompak) ada 2 titik,” kata Ruah Amilah.
Ia juga menyebutkan, untuk tindak lanjut berikutnya kementerian akan turun untuk membuat yang lebih besar lagi. “Kita selama ini buat plang dan patok. Nanti dari Kementerian akan turun membuat yang lebih besar lagi,” paparnya.
Saat ditanya terkait perumahan dan juga pemukiman warga yang ada di daerah tersebut, Ruah mengatakan, itu adalah keterlanjuran. Dan diperlukan bukti-bukti yang kuat mengenai pasal pelanggaran yang bisa dibawa ke pengadilan, hinga bisa memutuskan untuk aksi eksekusi. (cw07)