TANJUNGPINANG (HK) – Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang meminta kepada pihak kejaksaan untuk mengusut tuntas semua yang terlibat dalam perkara dugaan korupsi penggunaan dana hibah APBD 2022 di Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) di Kabupaten Karimun senilai Rp.3,4 Miliar.
Ungkapan tersebut disampaikan oleh hakim Fausi SH MH, salah satu dari tiga majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Tanjungpinang dalam sidang pemeriksaan dua terdakwa dugaan korupsi dana hibah APBD 2022 di KONI Kabupaten Karimun yakni, Rosita binti Sinuk sebagai Bendahara KONI dan Melli bin Darwis sebagai staf KONI dalam sidang, Rabu malam (17/07/2024)
“Kami melihat dalam perkara ini hanya bagian”ekornya” saja yang di usut hingga kepersidangan sebagai terdakwa, sementara bagian “kepala dan badannya” tidak tersentuh. Untuk itu, saya minta jaksa tolong usut semua yang terlibat, agar rasa keadilan itu benar-benar bisa ditegakkan,”ujar hakim Fausi kepada JPU dalam persidangan.
Sidang dipimpin Hakim Ketua Riska Widiana didampingi Hakim Anggota Fausi dan Saiful Arif yang dihadiri kedua terdakwa didampingi penasihat hukumnya, Masrur Amin, Sulhan dan Jefriwan, serta JPU dari Kejari Karimun, Riris Monica Sari dan Panji Sunaryo.
Dalam sidang kali ini, baik jaksa penuntut umum, penasehat hukum terdakwa dan majelis hakim mencecar kedua terdakwa terkait perkara tersebut.
Bahkan juga disampaikan terkait berbagai cabang olahraga (cabor-cabor) yang tidak melengkapi laporan pertanggungjawaban, kemungkinan ikut menikmati juga.
Kondisi ini membuat majelis hakim geram dan meminta jaksa untuk menyidik semua yang terlibat dalam perkara tersebut.
“Jangan hanya ekornya saja yang kena, tetapi, kepalanya tidak. Jaksa cari semua yang terlibat agar mengembalikan kerugian negara,” kata Fausi kepada jaksa kembali
Ia menegaskan, dalam persidangan ini untuk memberikan kepastian hukum bagi terdakwa maupun masyarakat.
“Jangan cuma dua orang ini saja yang kena untuk mempertanggungjawabkan perbuatan yang juga dilakukan orang lain,” ujarnya.
Terkait permintaan majelis hakim tersebut, Riris menyampaikan, nanti akan melihat bagaimana pertimbangan-pertimbangan lainnya.
“Yang pasti menjadi pertimbangan juga buat kami, nanti akan saya laporkan ke pimpinan untuk ditindaklanjuti,” kata Riris ketika ditemui awak media ini usai persidangan.
Usai sidang, penasihat hukum terdakwa, Masrur Amin juga mengungkapkan, ada hal paling penting perlu disikap,“Terkait pernyataan hakim soal kepala tidak kena, malah ekornya yang kena.”
“Itukan sangat menarik, bahkan saksi sebelumnya, majelisnya bahkan ngomong, kok bisa saksi saja nih, ditunjuklah Ketua KONI dan Sekretaris KONI,”sebutnya.
Artinya, kata Masrur, terungkap dalam fakta-fakta persidangan berati ada keterlibatan kedua orang tersebut.
“Dari awal sebetulnya kami pertanyakan, dan ini memang aneh, baru terjadi di Indonesia, hanya bendahara yang kena. Segala keputusan pengeluaran uang dari bendahara itu sepengetahuan ketua KONI,”tegasnya.
Menurutnya, dalam perkara ini ada dua hal yang mendasar perlu disikapi, pertama, pengajuan proposal mengikuti Porprov itu Rp6,2 miliar dalam artian penghitungan yang matang.
“Ternyata yang disetujui hanya Rp3,4 miliar, hampir separoh, berarti sangat minim dana ini, lalu bagaimana bisa dikorupsi, kalau bisa dikorupsi banyak yang tidak bisa terlanyani,” ungkapnya.
Kemudian kedua, tidak kalah penting adalah perimbangan bahwa Popda dengan atlet 160 orang dengan durasi lima hari, tidak diikuti semua cabor itu biayanya Rp1,6 miliar. Sementara Porprov durasi 10 hari dengan atlet ditambah ofisial manejer 517 dengan biayanya Rp1,8 miliar.
“Lalu pertanyaannya, siapa, di mana korupsi barang ini. Kalau maladministrasi masuk akal dan saya setuju, karena ada faktor terburu-buru, terdesak, karena orang tua bendahara meninggal, itu mengurangi konsentrasi yang bersangkutan,” jelasnya.
Lanjut, katanya, terkait keterangan terdakwa pada intinya dititikberatkan adalah uang yang masuk ke rekening pribadinya.
“Ada Rp100 juta dan Rp200 juta, itu karena si Melli mau mengembalikan uang kepada cabor-cabor, tapi tak datang. Melli takut pegang uang itu, sehingga dimasukkan ke rekening (Rosita), uang itu besoknya didistribusikan dengan baik.”paparnya.
Kemudian lanjutnya, dari semua bukti-bukti lampirannya saya sampaikan ke majelis hampir Rp400 juta yang dikeluarkan dari total Rp290 juta.
“Beliau (Terdakwa) top up loh mobilnya dan jual tanah juga, sudah 10 tahun menjabat, tidak digaji, terancam pula status PNS nya,” ujarnya.
Dengan perkara ini, menurutnya, kedua terdakwa tidak layak jadi tersangka, karena tidak ada kerugian negara.
“Cuma BPKP dalam mengaudit, itu ada hal yang keliru langsung dinyatakan kerugian negara, karena beberapa pos cabor, seharusnya tertutupi, tapi tidak masukkan. BPKP juga tidak salah, karena tidak menemukan bukti pendukung, tapi tidak serta merta disimpulkan sebagai kerugian negara,” ucapnya.
Setelah sidang pemeriksaan kedua terdakwa selesai digelar, selanjutnya hakim menunda sidang pada Selasa 22 Juli 2024 dengan agenda pembacaan tuntutan.
Sebagaimana diketahui dan diberitakan pada sidang lanjutan sebelumnya, JPU menghadirkan sejumlah saksiz diantaranya termasuk Ketua KONI Karimun Jhon Abrison SE, Sekretaris KONI Fredy SE serta para pengurus KONI dan koordinator kegiatan Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) KONI Karimun.
Dalam sidang juga terungkap, pada tahun 2022 KONI Karimun menerima dana hibah APBD sebesar Rp3,4 miliar dari Rp6,2 miliar yang diajukan Jhon Abrison SE selaku ketua KONI.
Selanjutnya, Dana tersebut dicairkan pemerintah Karimun melalui Dinas Pemuda dan Olahraga, dengan rincian dari APBD murni Rp1,4 miliar dan APBD Perubahan Rp2 miliar ke rekening KONI Karimun.
Sebelum pencairan dana, Jhon Abrison SE sebagai Ketua KONI juga mengku mengajukan proposal, kemudian menandatangani Nota Pemberian Hibah Daerah (NPHD), pakta integritas untuk tidak melakukan korupsi, tanggung jawab membuat laporan serta bertanggung jawab secara formal dan materi atas penerimaan dan penggunaan dana hibah KONI.
“Dengan semua yang anda tandatangani, mestinya Anda juga bertanggung jawab. Tapi kok bisa Anda lolos? Bagaimana ini, Jaksa Penuntut?” ujar Riska usai mendengar keterangan Jhon Abrison SE dan Fredy SE sebagai Ketua dan Sekretaris KONI Karimun.
Pada sidang lanjutan ini, juga terungkap adanya markup dana SPPD masing-masing peserta cabang olahraga dari Rp13 juta yang ditandatangani di kwitansi, Namun yang diterima peserta hanya Rp2-3 juta.
Selain itu, dalam laporan KONI, juga disebutkan adanya pembelian minuman penambah energi untuk atlet Porprov Karimun berupa Pocari Sweat dan air mineral tambahan, Namun dalam kenyataannya tidak pernah dibeli dan diberikan kepada atlet.
Laporan lain dari KONI Karimun juga menyebutkan adanya markup dana penginapan dari Rp6-9 juta per orang, Namun dalam kenyataannya satu kamar ditempati dua hingga tiga orang peserta.
Hal yang sama juga terjadi pada sewa mobil untuk masing-masing cabang olahraga, yang disebutkan diberikan satu mobil rental pada masing-masing Cabor, Namun faktanya satu mobil digunakan secara bergantian oleh cabang olahraga saat mengikuti pertandingan Porprov Kepri di Bintan.
Sejumlah fata itu ditunjukan Jaksa penuntut Umum, melalui SPPD kwitansi saat memeriksa Nova Trisna sebagai Staf KONI, Asmawati dan Haidir sebagai tim penyedia konsumsi serta sejumlah saksi lainya.
Sebelumnya, pada kasus dugaan korupsi dana hibah APBD ke KONI Karimun ini, Kejaksaan Negeri Karimun menetapkan Rosita binti Sinuk sebagai Bendahara KONI dan dan Melli bin Darwis sebagai staf KONI sebagai tersangka.
Adapun kerugian negara atas korupsi dengan modus menggunakan dana hibah KONI dengan memanipulasi laporan, mengakibatkan kerugian negara berdasarkan audit BPKP Kepulauan Riau Rp433.000.000,-.
Atas perbuatannya, kedua terdakwa didakwa jaksa melanggar pasal 2 Jo Pasal 18 UU-RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU-RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dan Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (nel)