TANJUNGPINANG (HK) — Tim Khusus Gubernur Kepri Bidang Percepatan Pembangunan Sarafuddin Aluan bereaksi atas viralnya berita Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Lembaga Investigasi Badan Advokasi Penyelamat Aset Negara (LI BAPAN) Provinsi Kepri, Ahmad Iskandar Tanjung yang melaporkan mantan Bupati Bintan yang saat ini Gubernur Kepri Ansar Ahmad atas dugaan korupsi Dana Jaminan Pengelolaan Lingkungan (DJPL) Bintan sebesar Rp168 miliar.
Sarafuddin Aluan mengatakan berita tersebut selalu muncul setiap menjelang Pilkada.
Sebagaimana diketahui, Ansar Ahmad Mantan Bupati Bintan yang sekarang Gubernur Kepri dipastikan maju kembali Pemilihan Gubernur Kepri pada Pilkada serentak November 2024 mendatang.
“Setiap menghadapi Pilkada Muncul yang namanya DJPL atau Dana Jaminan Pasca Tambang. DJPL adalah uang perusahaan yang melakukan pertambangan yang disimpan di Bank pemerintah, dulu di BPR Bintan sekarang sudah dipindahkan ke Bank Pemerintah. Ini dilakukan sebagai jaminan perbaikan lingkungan melalui penghijauan/reklamasi/reboisasi yang harus dilakukan oleh perusahaan pasca tambang,” kata Sarafuddin di kolom komentar Group WA Wartawan Tanjungpinang yang sudah diijinkan untuk di kutip, Rabu (24/7/2024).
Sarafuddin menjelaskan apabila perusahaan selesai melakukan penghijauan atau reklamasi atau reboisasi, dilakukan verifikasi oleh tim yg dibentuk oleh Bupati Bintan saat itu (sekarang Gubernur) dan jika dinyatakan tumbuh dan memenuhi persyaratan perbaikan lingkungan maka Gubernur memberikan rekomendasi kepada perusahaan untuk mengambil/mencairkan uangnya kembali dimana mereka menyetor uang tersebut.
“Sekarang semua dana DJPL ada di Bank pemerintah bukan dipakai dan atas nama Bupati Bintan apalagi Ansar Ahmad. Tetapi diambil oleh pemilik DJPL yang melakukan perbaikan lingkungan dan dapat mengambil kembali uangnya,” jelasnya.
Berita-berita yang viral saat ini kata dia, dimunculkan oleh orang tertentu setiap akan berlangsung Pilkada. Dan saat ini sudah Pilkada yang ke tiga.
Sarafuddin menilai berita-berita yang muncul tersebut sudah menjurus ke fitnah. “Berita-berita tersebut menjurus ke fitnah. Suatu saat nanti mungkin bisa kembali kena pada diri kita jika memfitnah. Semoga tidak ada niat tertentu dibalik ini,” ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Lembaga Investigasi Badan Advokasi Penyelamat Aset Negara (LI-BAPAN) Wilayah Kepri, Ahmad Iskandar Tanjung, mengatakan pihaknya telah melaporkaan dugaan rahibnya dana jaminan pengelolaan lingkungan (DJPL) bekas tambang bauksit di Kabupaten Bintan ke Kejagung RI pada bukan Juni 2020 lalu.
“Pihak JAM Intelijen Kejagung menanggapi laporan itu pada bukan Mei 2024, dan naik ke JAM Pidsus pada 8 Juli 2024. Kejagung akan melakukan pemanggipan kepada para pihak mengenai DJPL itu,” kata Tanjung saat konferensi pers di hotel Halim Tanjungpinang, Selasa (23/7/2024).
Dikatakan, Kejagung telah merespon laporan LI-BAPAN Kepri itu atas surat rekomendasi dari Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) RI.
“Kemudian, pihak Kejagung telah memanggil dan memeriksa Inspektorat Bintan pada Maret 2024 lalu,” tegasnya kepada sejumlah wartawan yang hadir.
Tanjung mengungkapkan DJPL 44 perusahaan tambang bauksit yang beroperasi di wilayah Kabupaten Bintan belasan tahun lalu, yang disimpan ke PT BNI (Persero) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bintan sekitar Rp145 miliar telah rahib.
“Hasil audit BPK RI pada tahun 2016, tahun 2018, dan tahun 2020, bahwa dana reklamasi bekas tambang bauksit itu tidak ada lagi di kedua bank tersebut,” jelasnya.
Ia menerangkan, yang bisa mencairkan uang DJPL di kedua bank itu hanya ada dua orang yakni, Direktur perusahaan tambang, dan Bupati Bintan periode 2005-2015, Ansar Ahmad.
“Untuk itu kami laporkan kasus itu ke Aparat Penegak Hukum (APH), untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan rahibnya uang reboisasi pasca tambang itu,” katanya.
Tanjung meminta pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri untuk mengusut tuntas kasus dugaan korupsi DJPL itu.
“Karena JAM Pidsus Kejagung telah meneruskan proses penanganan perkara itu ke Kejati Kepri,” katanya.
Ia menambahkan, hasil supervisi KPK RI ditemukan ada sebanyak 63 perusahaan tambang bauksit yang menyetorkan DJPL ke dua bank plat merah itu, senilai Rp168 miliar.
“Bahkan KPK juga menyatakan uang itu telah rahib di bank dan tidak bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.
Ia kembali mengatakan, pihaknya telah melaporkan permasalahan itu ke Bareskrim Polri, Kemensesneg, KPK, serta Kejagung RI.
“Dari tiga APH itu, hanya Kejagung yang memproses laporan,” ujarnya.
Tanjung menyebutkan perusahaan tambang bauksit di Bintan saat itu di antaranya, PT Bintan Riau Jaya dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) eksplorasi pada tahun 2007 seluas 26 Hektare (Ha), PT Bukit Panglo IUP tahun 2008 seluas 41 Ha, PT Shanido Indah tahun 2009 seluas 44 Ha.
Selanjutnya, PT Bintan Inti Sukses (BIS) tahun 2010 seluas 57 Ha, PT Tunggul Ulung Makmur tahun 2010 seluas 62,5 Ha, PT Gunung Sion tahun 2011 seluas 756,45 Ha, PT Tri Panorama Setia tahun 2011 seluas 54,81 Ha, serta Bintan Cahaya Terang tahun 2012 seluas 741,5 Ha.
DJPL ini merupakan amanat dari Direktur Jenderal Pertambangan Umum Nomor 346.K/271/DDJP/1996 tentang Jaminan Reklamasi dikenakan bagi perusahaan pertambangan pada ataupun Operasi Produksi, dan ketentuan Tersebut diperbaharui Melalui Permen Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM)
No.18 Tahun 2018.
Terkait dengan hal itu, Tanjung, mengatakan bahwa telah terjadi penyelewengan dana DJPL dan adanya dugaan korupsi yang diduga kuat dilakukan oleh Bupati Bintan saat itu Ansar Ahmad S.E.MM.
Tanjung pada kesempatan itu mengungkapkan pada tanggal 27 Juni 2024 lalu ia berkunjung ke kantor pengacara kondang Kamarudin Simanjuntak terkait DJPL Bintan Kepri tersebut.
Kamarudin Simanjuntak merasa terkejut, mengapa JAM Intel belum melimpahkan kasus ini ke JAM Pidsus, padahal sudah ada perbuatan melawan hukum dan ada kerugian negara.
Ditempat terpisah, ia juga bertemu dengan pengacara kondang Deolipa Yumara.
Bang Deo panggilan akrabnya, meminta kepada Jam Pidsus Kejagung agar mengambil alih kasus tersebut dari Jam Intel, dikarenakan bahwa DJPL Bintan Kepri sudah ada perbuatan melawan hukum dan ada kerugian negara.
Oleh karena itu, pihaknya tetap konsisten mengawal kasus penyimpangan korupsi DJPL ini sampai terang benderang. (r/eza)