Oleh : Nurul Saepul,Analis Kebijakan Muda Pemprov Kepri
asus perceraian PNS di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau bisa dikatakan cukup tinggi tiap tahunnya. Pada trimester pertama 2022, sudah 9 kasus perceraian PNS yang disetujui untuk dapat dilanjutkan di jenjang pengadilan agama. Angka tersebut masih berkemungkinan terus bertambah seiring dengan banyaknya berkas permintaan perceraian dari PNS yang masuk ke BKD.
Timbul sebuah kekhawatiran dengan fenomena ini. Mengapa angka perceraian PNS setiap tahun selalu naik? Adakah faktor penyebabnya? Adakah solusi untuk mengeremnya?
Menjadi PNS memang harus sudah siap dengan resiko. PNS merupakan bagian dari abdi negara yang dituntut untuk memberikan contoh yang baik bagi masyarakat. Segala tindak-tanduknya diatur di dalam peraturan perundang-undangan, bahkan jika akan bercerai pun ada aturannya.
Dalam Surat Edaran Nomor 48/SE/1990 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan atas PP Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil, ada 6 alasan PNS boleh bercerai. PNS hanya dapat melakukan perceraian apabila ada alasan yang sah, yaitu: salah satu pihak berbuat zina, salah satu pihak menjadi pemabuk, pemadat, dan penjudi yang sukar disembuhkan, salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain, tanpa alasan yang sah serta tanpa memberikan nafkah lahir maupun batin karena hal lain di luar kemampuannya, salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat secara terus menerus setelah perkawinan berlangsung, salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin yang membahayakan pihak lain, dan antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Alasan-alasan tersebut menjadi dasar bagi sebagain besar kasus perceraian. Pertanyaannya, apakah kasus perceraian ini menjadi fenomena gunung es, dimana yang tampak hanya jumlah kasus, sementara berbagai kemungkinan penyebabnya sangatlah besar dan banyak? Dan bagaimana langkah pemerintah dalam mencegah angka perceraian pada PNS yang terus bertambah?
Secara bahasa, kata perceraian berasal dari kata cerai yang artinya pisah. Perceraian merupakan lepasnya ikatan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita atau yang disebut istri, yang dilakukan di depan pengadilan, yaitu pengadilan negeri untuk non Muslim dan pengadilan agama bagi yang beragama Islam. Sedangkan pengertian perceraian menurut hukum perdata adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atas salah satu tuntutan dalam perkawinan itu.
Perceraian menurut hukum di Indonesia adalah seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Instruksi Presiden Nomor 1 tentang Kompilasi Hukum Islam. Berdasar ketentuan tersebut, secara umum disebutkan bahwa putusnya perkawinan dapat disebabkan oleh tiga hal, yaitu kematian, perceraian, dan putusan pengadilan.
Pada umumnya, perceraian terbagi menjadi dua jenis, cerai talak dan cerai gugat. Cerai talak adalah perceraian yang berangkat dari inisiatif suami melalui jalur hukum dengan mengajukan permohonan kepada pengadilan agar pengadilan mengadakan persidangan guna mengizinkan suami mengucapkan ikrar talak. Perkara ini menempatkan suami sebagai pemohon dan istri sebagai termohon. Sementara, cerai gugat merupakan jenis perceraian yang menempatkan istri sebagai penggugat dan suami sebagai tergugat.
Seorang PNS yang akan mengajukan ajuan cerai, tidak bisa serta-merta langsung menuju ke Pengadilan Agama dan melakukan proses perceraian begitu saja. Ada mekanisme yang diatur sebelum berkas perceraian berpindah tempat. Salah satunya adalah dengan mengikuti prosedur kepegawaian agar tidak terkena hukuman disiplin berat seperti yang tertera dalam PP Nomor 53 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang telah diganti dengan PP 94.
Jika melihat kasus perceraian PNS secara umum, beberapa penyebab terjadinya perceraian sebenarnya dapat diidentifikasi sejak awal. Faktor ekonomi, perselingkuhan, KDRT, narkoba, perasaan lebih mandiri, suami tidak bekerja, kurangnya komitmen, dan campur tangan keluarga menjadi faktor penyebab perceraian yang paling sering terjadi.
Upaya mediasi yang dilakukan di tingkat instansi (atasan langsung) pun, yang diharapkan mampu menjadi katalisator dan perekat kembali hubungan rumah tangga, berubah kesannya menjadi bentuk dukungan untuk segera melakukan perceraian.
Merujuk pada berbagai kasus dan penanganannya, maka dapat disampaikan beberapa alternatif saran kebijakan untuk (minimal) mengurangi laju perceraian PNS.
Di tengah tingginya potensi instabilitas rumah tangga dan banyaknya perceraian, maka pendidikan dan pembekalan kepada pasangan yang hendak menikah adalah salah satu cara yang paling mungkin dilakukan. Upaya tersebut akan berfungsi ganda sebagai edukasi nilai-nilai perkawinan di semua level masyarakat maupun sebagai langkah untuk memperbaiki mutu perkawinan dan mengurangi perceraian.
Pemerintah bersama BP4 (Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan) perlu mengambil langkah strategis untuk memperkuat lembaga perkawinan dan mengurangi perceraian. Langkah yang dapat dilakukan ialah kewajiban mengikuti kursus pranikah dan bimbingan rumah tangga bagi calon pengantin di seluruh tanah air.
Tujuan pelatihan ini adalah untuk meningkatkan aware dari atasan langsung untuk dapat tanggap jika sudah ada gejala-gejala yang mengarah pada retaknya hubungan rumah tangga. Selain sebagai bentuk kepedulian, hal ini juga memberikan dampak pada penguatan peran atasan langsung sebagai sosok pimpinan yang harus mengetahui permasalahan yang dihadapi bawahan. Atasan dilatih untuk mengenali, membaca, dan melakukan mediasi terhadap pegawai yang diindikasi akan melakukan proses perceraian. Prinsip jemput bola menjadi upaya pertama dalam pencegahan terhadap hadirnya gugatan cerai. Unit kepegawaian diharapkan membuat kegiatan yang bertujuan untuk melatih pejabat yang membidangi kepegawaian agar mampu mengatasi permasalahan di tingkat internal.
PNS yang memiliki masalah dapat melakukan konseling dengan psikolog yang dtunjuk pihak kepegawaian melalui pendaftaran secara online (melalui aplikasi WA/email). Proses konseling dapat dilakukan di Ruang Layanan Konseling yang tidak dapat sembarangan orang bisa akses, sehingga privasi tetap terjaga.
Faktor agama menjadi salah satu point penting dalam pengambilan keputusan. Konsultasi dengan orang yang paham terhadap agama (ustadz/kiai) diharapkan akan memberikan pencerahan sehingga timbul kesadaran untuk memperbaiki diri dan tidak melulu memikirkan perceraian. Konsultasi Ustadz dapat dijadwalkan unit kepegawaian melalui unit kerja yang menangani masalah perceraian.