JAKARTA (HK) – Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengurangi hukuman Angin Prayitno Aji dalam kasus gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) menjadi lima tahun penjara.
PT DKI Jakarta mengubah putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada 28 Agustus 2023 yang menjatuhkan hukuman pidana tujuh tahun penjara terhadap Angin.
Hukuman ini diubah setelah Majelis Hakim Tinggi menerima upaya hukum banding yang diajukan mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan (DP2) pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) itu.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Angin Prayitno Aji dengan pidana penjara selama 5 tahun,” demikian putusan banding yang dilansir dari laman Direktori Putusan Mahkamah Agung (MA), Kamis (7/12/2023).
Putusan ini diketuk oleh Ketua Majelis Hakim Tinggi Gunawan Gusmo dengan anggota Hakim Tinggi Berlin Damanik dan Umbrhorma Maya Marbun pada Rabu (6/12/2023).
Majelis Hakim Tinggi menilai, Angin Prayitno terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan tindak pidana pencucian uang.
Eks Pejabat Ditjen Pajak itu terbukti melanggar Pasal 12 B Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP dan pasal 3 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Selain pidana badan, Angin Prayitno juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp. 750.000.000 subsider tiga bulan kurungan. Ia juga dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp 3.737.500.000.
Berdasarkan fakta persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Angin Prayitno Aji disebut telah menerima gratifikasi Rp 29.505.167.100 atau Rp 29,5 miliar dari enam perusahaan dan satu orang.
Ada tujuh pihak wajib pajak yang memberi gratifikasi kepada Angin Prayitno saat dirinya menjabat sebagai Direktur P2. Satu perorangan, dan enam adalah perusahaan.
Perusahaan itu antara lain, PT Rigunas Agri Utama (PT RAU), CV Perjuangan Steel, PT Indolampung Perkasa, PT Esta Indonesia, Ridwan Pribadi (perorangan), PT Walet Kembar Lestari, dan PT Link Net.
Atas penerimaan itu, Angin Prayitno mengubah bentuk uang hasil tindak pidana korupsinya menjadi 101 bidang tanah dan bangunan, satu apartemen, dan satu unit mobil.
Hal itu dilakukan dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diduga diterima dari hasil tindak pidana korupsi.
Sumber: Kompas