TANJUNGPINANG (HK) – Sengketa antara Jodi Wirahadikusuma dan Haldy Chan berasal dari pelanggaran Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Peraturan Daerah (Perda).
Masalah ini telah mencapai pihak Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) yang kemudian mengeluarkan surat teguran. Namun, teguran tersebut berhenti pada teguran kedua tanpa ada kelanjutannya.
Kasus pelanggaran IMB dan Perda ini melibatkan pengusaha Haldy Chan yang membangun 49 unit ruko di kawasan jalan baru kilometer 8, arah jalan Wr Supratman, Kelurahan Air Raja, Kecamatan Tanjungpinang Timur.
Pelanggaran ini tidak bisa ditutupi lagi dan sudah mencapai titik final. PUPR Kota Tanjungpinang seharusnya tidak memiliki alasan lagi untuk tidak mengeluarkan surat teguran ketiga yang sudah tertunda begitu lama.
Dalam sebuah wawancara di lapangan dengan media pada hari Kamis (19/10/2023), Jodi Wirahadikusuma menjelaskan bahwa saat BPN meletakkan tanda batas lahan, terlihat jelas bahwa parit yang dibangun oleh Haldy Chan di dalam lahan milik Jodi sudah permanen (terbuat dari beton), sementara Jodi hanya membatasi lahan dengan kayu balok.
“Itu sudah jelas mengenai lahan milik saya yang diperkirakan 1 meter lebih dan melebar kedalam hingga 5 meter. Jelas penyerobotan dan masuk lahan orang tanpa ijin saya akan laporkan malah ini ke pihak yang berwajib,” ungkap Jodi.
Selain itu, terdapat ketidaksesuaian antara site plan yang diajukan pada tahun 2012 dan IMB yang dikeluarkan oleh PUPR, yang seharusnya mencakup 44 unit ruko lantai 3. Namun, pada kenyataannya, dibangun menjadi 49 unit, yang mengakibatkan permasalahan yang belum terselesaikan hingga saat ini.
Meskipun pada pengajuan awalnya, pengusaha tersebut hanya mengajukan pembangunan 44 unit ruko kepada pemerintah Kota Tanjungpinang. Selain itu, terjadi pemecahan sertifikat dari BPN Kota Tanjungpinang menjadi 45 unit.
Bangunan tersebut jelas melanggar IMB dan Perda nomor 7 tahun 2010 pasal 119, yang mengancam pencabutan IMB. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa halaman depan yang seharusnya dipasang paving block hanya dilaksanakan semenisasi.
Parit seharusnya mengelilingi ruko, namun dibangun secara sembarangan, serta fasilitas umum (fasum) yang seharusnya ada sebanyak 3, hanya dibangun 1 saja.
Meskipun PUPR Kota Tanjungpinang telah mengeluarkan teguran pertama pada tahun 2019 dan teguran kedua pada tahun 2022, teguran ketiga kepada pengusaha yang jelas-jelas melanggar IMB dan Perda harus segera dikeluarkan.
Para pengusaha di Kota Tanjungpinang harus mematuhi kewajiban mereka dan patuh terhadap Perda Kota Tanjungpinang.
Sangat aneh bahwa meskipun pelanggaran ini begitu jelas, PUPR terlihat tidak bisa mengambil sikap tegas hingga tahun 2023. Pertanyaannya, apa sebenarnya yang terjadi dengan PUPR?
Hendry, sebagai pengawas lapangan dari PUPR Kota Tanjungpinang, menyatakan bahwa pihaknya akan membuat laporan berdasarkan temuan di lapangan dan segera mengeluarkan hasilnya.
“Setelah melihat dilapangan tadi, kita akan menyuruh pengusaha itu membongkar parit yang dibangun dan kita akan mengundang kembali kedua belah pihak,” jawab Hendry secara singkat. Namun, terlihat bahwa ia jarang turun ke lapangan saat pembangunan parit dilakukan. (CW01)