BATAM (HK) – PT. Asuransi Jiwa Syariah Alamin Batam telah melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak terhadap karyawannya.
Frengki Fernando, salah satu karyawan di departemen pemasaran perusahaan PT. Asuransi Jiwa Syariah Alamin Batam mengalami hal tersebut.
Frengki mengecam keputusan ini, menyatakan ketidaksetujuannya terhadap tindakan yang diambil oleh perusahaan.
“Saya merasa tidak adil diberhentikan secara sepihak, padahal saat itu saya masih aktif menjalankan tugas sebagai bagian dari tim pemasaran. Saya sangat terkejut saat dipanggil ke kantor dan diberikan surat pemutusan hubungan kerja, tanpa ada penjelasan yang memadai mengenai alasan di balik keputusan tersebut. Padahal saya sudah menandatangani kontrak kerja selama 1 tahun,” ungkap Frengki pada Kamis (28/9/2023).
Frengki, dengan tegas, menolak kebijakan perusahaan tersebut dan memutuskan untuk melaporkan pemutusan hubungan kerja ini kepada Dinas Ketenagakerjaan terkait. Dia juga menyoroti kenaikan drastis dalam omset perusahaan selama tiga bulan terakhir.
“Sebelum saya bergabung dengan perusahaan ini, omset pada bulan Mei mencapai Rp. 500 juta. Setelah saya bergabung dan aktif dalam tim pemasaran pada bulan Juni, omsetnya meningkat drastis menjadi Rp. 856 juta. Pada bulan Juli, saya berhasil mencapai omset sebesar Rp. 1.056 miliar, dan pada akhir Agustus, omset mencapai Rp. 1.5 miliar. Ini yang membuat saya sangat kesal; ketika saya berhasil meningkatkan omset perusahaan, tiba-tiba saya dipecat secara sepihak,” tutur Frengki.
Frengki juga menegaskan bahwa tindakan yang menimpanya juga terjadi pada karyawan lainnya, dan perusahaan tidak boleh sewenang-wenang dalam mengambil keputusan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pekerja kontrak (PKWT). Menurutnya, tindakan ini harus mematuhi Pasal 62 Undang-Undang Ketenagakerjaan.
“Jika perusahaan berencana melakukan PHK, mereka seharusnya memberitahukan pekerja selama satu minggu sebelum keputusan diambil, sesuai dengan ketentuan Pasal 62 Undang-Undang Ketenagakerjaan,” lanjut Frengki.
Frengki juga menyoroti hak karyawan kontrak untuk menerima ganti rugi dan uang kompensasi jika hubungan kerja diakhiri sebelum kontrak berakhir, sebagaimana diatur dalam Pasal 61 dan 62 Undang-Undang Ketenagakerjaan.
“Jika salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang disepakati dalam kontrak kerja waktu tertentu, pihak yang mengakhiri hubungan kerja wajib membayar ganti rugi kepada pihak lain, sebesar upah pekerja/buruh hingga akhir masa kontrak,” jelasnya.
Selain ganti rugi yang setara dengan sisa gaji, karyawan kontrak juga berhak menerima uang kompensasi, sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Pasal 17 Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021.
Sebagai korban pemutusan hubungan kerja secara sepihak, Frengki menuntut agar PT. Asuransi Jiwa Syariah Alamin memberikan ganti rugi yang seharusnya sesuai dengan peraturan kontrak kerja dan UU Ketenagakerjaan.
Sementara itu, Kami sudah menghubungi pihak PT. Asuransi Jiwa Syariah Alamin namun hasilnya nihil dan sampai saat ini belum menanggapi hal tersebut.