BATAM (HK) – Program pemerintah yang menargetkan pembangunan 3 juta rumah per tahun mulai memengaruhi pasar properti. Para pengembang melaporkan peningkatan kasus pembatalan pembayaran uang muka (down payment/DP) oleh konsumen, yang berharap pada peluang mendapatkan rumah melalui program tersebut.
Banyak calon pembeli kini menunda keputusan membeli rumah, mengakibatkan sejumlah unit properti tidak terserap pasar. Dampaknya cukup signifikan, terutama bagi pengembang yang harus menyesuaikan alokasi anggaran untuk bahan bangunan dan komponen rumah lainnya. Namun, pengaruhnya tidak merata pada semua pengembang, tergantung pada segmen pasar yang mereka layani.
Ancaman Penurunan Penjualan Hingga 15%
Situasi ini semakin diperburuk oleh kemungkinan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% jika insentif PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) tidak diperpanjang setelah Desember 2024. Meskipun ada wacana untuk melanjutkan insentif ini, bahkan menambahkan insentif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), pasar properti tetap menghadapi tekanan berat.
Harga rumah yang terus melambung, terutama yang sudah mencapai kisaran Rp 2 miliar, menjadi salah satu faktor utama menurunnya daya beli masyarakat. Penurunan penyerapan properti dibandingkan tahun sebelumnya pun mulai terasa, terutama di segmen menengah ke atas.
Konsumen Menahan Keputusan
Bagi masyarakat, uang muka merupakan langkah awal untuk memiliki hunian. Namun, dengan adanya program rumah subsidi pemerintah, banyak yang memilih menunggu alih-alih melanjutkan proses pembelian. Jika tren ini terus berlanjut, sektor properti dapat mengalami stagnasi yang lebih dalam, membebani pengembang dan memperlambat pertumbuhan pasar.
Sementara itu, para pengembang berharap adanya kejelasan lebih lanjut terkait insentif dan dukungan pemerintah untuk menjaga stabilitas sektor properti di tengah tantangan ini. (cb)