Menu

Mode Gelap
Pria Lansia Ditemukan Tewas di Bengkel Alat Berat di Kijang Bintan Desak Bawaslu usut Tuntas Dugaan Politik Uang, AMPP Anambas Akan Gelar Aksi Damai Pasokan Elpiji Dipastikan Lancar Jelang NATARU 165 Perusahaan Kawasan Industri Sudah Dapat IUKI Anggaran Rp23,61 T Dialokasikan untuk Swasembada Beras James Harden catatkan 3.000 tripoin di NBA

BERITA TERKINI

Perspektif Gender dalam Putusan Pengadilan pada Kasus Pelecehan Seksual

badge-check


					Alifah Laila, Mahasiswi Universitas Kupulauan Riau Perbesar

Alifah Laila, Mahasiswi Universitas Kupulauan Riau

Alifah Laila

Mahasiswi Universitas Kupulauan Riau

 

PELECEHAN seksual menurut Komnas Perempuan dapat dikategorikan sebagai: penghukuman bernuansa seksual, penyiksaan seksual, pemaksaan pernikahan, pemaksaan kehamilan, perdagangan perempuan untuk tujuan seksual, pemaksaan kontrasepsi/sterilisasi, pemaksaan aborsi, perbudakan seksual, eksploitasi seksual, praktik tradisi bernuansa seksual, pengendalian/kontrol seksual, prostitusi paksa, pelecehan seksual serta intimidasi seksual termasuk ancaman/percobaan pemerkosaan (MA & MaPPI, 2018).

Meningkatnya kasus kekerasan seksual di Tanah Air mengharuskan negara bergerak cepat mendorong pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) di DPR yang berpihak pada keadilan gender. Diharapkan, pembahasan dapat dipercepat dan disahkan menjadi UU agar menjadi payung hukum dalam penanganan kasus kekerasan seksual yang semakin marak.

Pelecehan seksual terjadi akibat adanya bias gender dalam masyarakat, di mana citra hitam putih stereotip gender disosialisasikan secara terus-menerus mulai dari keluarga sebagai agen sosialisasi pertama, lingkungan pendidikan sebagai agen sosialisasi lanjutan, hingga lingkup kerja (Hanum, 2018). Sosialisasi ini membentuk pola pikir bahwa laki-laki dianggap istimewa, memiliki kekuasaan atau kewenangan lebih atas perempuan sehingga merugikan perempuan dan menghambat peran perempuan untuk menjadi mandiri dan rasional.

Pelecehan seksual terhadap perempuan, khususnya perkosaan, tidak lagi hanya dipandang sebagai masalah antar individu belaka, melainkan merupakan problem sosial yang terkait dengan masalah hak- hak azasi manusia, khususnya yang berkaitan dengan perlindungan dari segala bentuk penyiksaan, kekerasan, kekejaman, dan pengabaian martabat manusia (Nursyahbani Katjasungkana, 1995: 18).

Perlindungan tersebut dapat diupayakan dengan menggunakan hukum pidana, mengingat adanya fungsi hukum pidana yang umum dan yang khusus (Sudarto, 1990: 12). Fungsi umum hukum pidana adalah menyelenggarakan pengaturan untuk menciptakan ketertiban dan keamanan masyarakat. Sedangkan fungsi khususnya melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan yang merugikan dengan sanksi pidana yang diharapkan dapat menimbulkan daya preventif tidak melakukan kejahatan (pelecehan seksual).***

Baca Lainnya

MAN 2 Batam Sabet Juara 3 di Turnamen Futsal Istana Sport Cup 2024

11 Desember 2024 - 15:53 WIB

BP Batam Raih Prestasi Sangat Baik, Indeks Perencanaan Pembangunan Nasional

11 Desember 2024 - 14:21 WIB

Kepala BP Batam Optimistis Terminal 99 Mampu Perbaiki Kualitas Layanan Penumpang

11 Desember 2024 - 13:56 WIB

42 KK Tempati Rumah Baru Tanjung Banun

4 Desember 2024 - 11:41 WIB

Hadiri RDP Lanjutan, BP Batam Laporkan Pencapaian Kinerja dan Rencana Pengembangan Batam

4 Desember 2024 - 11:39 WIB

Trending di BATAM