BATAM (HK) – Pimpinan Ombudsman Republik Indonesia, Jamsly Hutabarat mengatakan, secara persentase permasalahan yang paling banyak di temukan di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dan termasuk di Kota Batam adalah masalah maladministrasi dan Penyalahagunaan wewanang, bahkan ini lebih tinggi dari nasional.
Hal tersebut disampaiakn oleh Jamsly Hutabarat disela-sela acara penganugerahan opini pengawasan hasil penilaian penyelenggaraan pelayanan publik terhadap kantor Peitanahan (BPN), Kepolisian Resor (Polres), Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota se-Kepulauan Riau taliun 2022, Senin (30/1/2023) di Hotel Planet Holiday Batam.
“Secara persentase permasalahan yang paling banyak adalah masalah maladministrasi adalah penyimpangan prosedur, bahkan ini lebih tinggi dari nasional. Selain itu adalah penundaan berlarut, jadi sepertinya bekerja apa adanya dan tidak melalui target,” kata Jamsly.
Misalnya kata dia, dalam pembuatan KTP dan kesehatan ada jangka waktunya, misalnya tiga hari, seminggu atau dua minggu. Mereka para petugas tidak bisa dengan tenggang waktu itu.
“Jadi ada satu indikartor tidak dikelola dengan baik, ini sama dengan tidak memberikan pelayanan, itu yang terjadi di Kepri ini, yakni penyimpangan prosedur, tidak memberikan pelayanan, penyalahagunaan wewanang dan kompetensi,” tuturnya.
Disebutkannya, pengaungerahan kepada instansi atau lembaga atas pelayanan publik dilakukan setiap tahun, sebelumnya itu penilaiannya ini bernama kepatuhan standarisasi pelayanan publik.
Sekarang ini dispansi jadi empat kategori. Pertama, standarisasi pelayanan publik. Kedua, indeks persepsi maladaministrasi. Ketiga, kompetensi. Dimana orang yang melayani masyrakat di kantor-kantor itu akan di cek dan akan dinilai, apakah petugasnya kompeten atau tidak. Keempat, berdasarkan pengaduan.
“Dalam penilaian ini bukan hanya dari Ombudsman, namun juga dari masyarakat pengguna langsung. Kalau kita menilai bagus, bisa saja masyarakat menilai lain. Diharapkan tidak ada lagi pelayanan publik yang asal dipajang atau ditugaskan, jangan hanya punya modal cantik saja,” tuturnya.
Dikatakannya, dengan 4 kategori ini adalah untuk persiapan opini pelayanan publik. Sebab ini tidak sebut langsung opini pelayanan publik adalah karena sistem pada jangka panjang dan jangka menengah pemerintah masih disebut dengan kepatuhan.
“Untuk tingkat nasional sudah dilaksanakan pada 22 Desember 2022 lalu. Penilaian yang diberikan ini untuk di daerah adalah penilaian di tingkat Bupati atau walikota, BPN dan Polres. Ini yang tidak diberikan di pusat,” ungkapnya.
Ditambahkannya, tujuan penilaian ini adalah untuk memotivasi agar kedepannya pelayanan kepada masyarakat semakin baik. Penilaian kepatuhan yang diberikan ini bukan hanya untuk peringkat, namun juga akan berhubungan dengan kementerian Menpan RB dan KPK.
“Yakni untuk zona intergritas WBK dan WBBM. ini akan digabung dan akan berpengaruh pada predikatnya mereka,” pungkasnya. (dam)