BATAM (HK) — Aksi penolakan terus terjadi, menuntut pemerintah agar tidak merelokasi Kampung Rempang Galang, yang dalam waktu dekat akan dijadikan lokasi Mega Proyek Rempang Eco City, sebuah kawasan perdagangan industri, pariwisata, dan real estate.
Penguasa negeri ini tampaknya abai terhadap isu tersebut, bahkan terkesan tak ingin ikut campur dalam masalah ini. Di tengah-tengah permintaan masyarakat, Gubernur Kepri, Ansar Ahmad, lebih memilih mencari citra di sekolah-sekolah. Padahal, masyarakat sedang berjuang untuk nasib hidup dan mati.
Ada berbagai kecaman dan penolakan terhadap penguasa yang sepertinya tidak peduli dengan nasib rakyatnya.
Rahmat, salah satu mahasiswa yang ada di Batam, menilai bahwa pemerintah bersikap abai terkait isu relokasi tersebut. Terutama, Gubernur Ansar yang menjadi orang nomor 1 di Kepri itu.
“Menurut saya, seharusnya Gubernur Kepri harus bertemu dengan masyarakat dan mendengarkan kami. Masyarakat sedang mempertahankan nasibnya. Kami, mahasiswa, mendukung masyarakat, namun ia sibuk mencari citra,” ungkap Rahmat, pada Sabtu (16/9/2023).
Ia juga menambahkan bahwa kebijakan Gubernur Kepri dinilai masih sangat kurang untuk dijadikan solusi.
Warga Rempang Galang dipaksa meninggalkan kampung mereka secepat mungkin. Penguasa juga tidak mau kalah, seolah-olah penderitaan warga Melayu menjadi tontonan, tanpa ada suara yang didengar untuk menghentikannya.
Rahmat menekankan bahwa sebagai pemimpin masyarakat Kepri, termasuk Kampung Rempang Galang, seharusnya ia memberikan perlindungan dan mencari solusi untuk masyarakat, bukan mengabaikan tindakan represif ini.
Investasi asing tampaknya lebih diutamakan daripada mendukung masyarakat. Terlebih lagi, tidak ada masyarakat yang tahu-menahu mengenai anggaran yang akan diterima setelah ini.
“Apakah benar bahwa proyek ini akan mempekerjakan masyarakat Rempang sendiri atau justru pihak asing?” tutur Rahmat.
Sejak 28 Agustus 2023, proyek pengembangan Pulau Rempang ini telah dimasukkan ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) berdasarkan Permenko bidang perekonomian RI Nomor 7 tahun 2023 tentang perubahan ketiga atas peraturan menteri koordinator bidang perekonomian.
Kampung Rempang Galang termasuk dalam perdagangan bebas dan diperkirakan akan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi nasional (The New Engine of Indonesia’s Economic Growth).
Proyek ini akan mengancam lebih dari 7.000 warga yang tersebar di 16 kampung Melayu tua. Padahal, masyarakat yang tinggal di kedua pulau tersebut merupakan suku asli Melayu yang telah bermukim selama puluhan, bahkan ratusan tahun.
Proyek ini ternyata juga dilakukan tanpa melibatkan masyarakat, bahkan belum ada kesepakatan. Pada tanggal 7 September lalu, dilakukan pemasangan patok dan pengukuran tanah dengan melibatkan 1.000 anggota gabungan Polri, TNI, dan Ditpam BP Batam yang bersenjata peluru karet, gas air mata, dan 60 baja untuk melancarkan proses tersebut.
Tindakan relokasi ini akan berdampak buruk, mulai dari kehilangan tempat tinggal, mata pencarian, tertundanya proses belajar mengajar, hingga rasa ketakutan yang mencekam. Tak hanya itu, banyak korban yang mengalami sesak nafas akibat gas air mata, dan penangkapan masyarakat yang kerasan menolak penggusuran itu pun terjadi.
Situasinya semakin parah, rakyat tak tahu harus kemana. Suara masyarakat tak lagi didengar oleh para penguasa. (CW02)