Menu

Mode Gelap
Pria Lansia Ditemukan Tewas di Bengkel Alat Berat di Kijang Bintan Desak Bawaslu usut Tuntas Dugaan Politik Uang, AMPP Anambas Akan Gelar Aksi Damai Pasokan Elpiji Dipastikan Lancar Jelang NATARU 165 Perusahaan Kawasan Industri Sudah Dapat IUKI Anggaran Rp23,61 T Dialokasikan untuk Swasembada Beras James Harden catatkan 3.000 tripoin di NBA

BERITA TERKINI

Pembelajaran Berpusat pada Siswa atau Guru?

badge-check


					Ashiong P Munthe
Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pelita Harapan Perbesar

Ashiong P Munthe Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pelita Harapan

JAKARTA – DALAM dunia pendidikan Indonesia, terdapat dua pendekatan yang sering diperdebatkan, yakni pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centered) dan pendekatan yang berpusat pada murid (student-centered). Kedua pendekatan tersebut dianggap menjadi pijakan “filosofis” mutlak dalam proses pembelajaran.

Namun, apakah kedua pendekatan tersebut sudah menggambarkan konsep “filosofis” yang hakiki dalam pembelajaran? Dalam artikel ini, akan diuraikan landasan filosofis yang mendekati ciri ke-Indonesia-an serta implikasinya dalam pembelajaran.

Merujuk pada apa yang pernah dilakukan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), yaitu memberikan penghargaan kepada guru dan tenaga kependidikan melalui Apresiasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan Inspiratif 2022 pada peringatan Hari Guru Nasional 2022 di JI Expo Kemayoran, Jakarta. Hal ini dilakukan untuk mendorong guru dan tenaga kependidikan agar lebih inovatif dalam mengembangkan dan menerapkan pembelajaran berpusat pada peserta didik.

Pada portal Ayo Guru Berbagi oleh Kemendikbudristek, seorang guru menceritakan bahwa “merdeka belajar adalah sebuah paradigma pembelajaran yang berpusat pada murid.” Guru tersebut menekankan bahwa masih banyak pembelajaran yang tidak berpusat pada siswa dan kurang memberi kebebasan kepada murid untuk membangun pengetahuannya.

Oleh karena itu, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada murid dipandang mampu mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap, dan perilaku.

Dapat disimpulkan bahwa penghargaan yang diberikan oleh Kemendikbudristek dan pengalaman guru menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran yang berpusat pada murid merupakan pendekatan yang diunggulkan. Konsep berpusat pada murid dipandang lebih mampu meningkatkan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran dan memberi kebebasan kepada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri.

Untuk memperjelas pengertian pembelajaran berpusat pada murid, ada baiknya kita melihat definisinya. Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa dipandang bahwa proses dan pengalaman belajar diatur dan dikontrol oleh siswa itu sendiri. Siswa secara mandiri memutuskan tentang bagaimana, di mana, dan kapan belajar tentang suatu hal yang mereka anggap penting.

Namun, jika dilihat dan dicermati dalam pembelajaran nyata, siswa tidak akan bisa secara otomatis mandiri tanpa ada tuntunan maupun arahan dari pembimbing atau pengajar. Siswa tidak bisa memilih dan memutuskan hal yang perlu dipelajari tanpa pernah diajar, diarahkan, dibimbing, maupun didampingi.

Proses untuk dapat mandiri harus melalui pembimbingan. Dengan demikian, bagaimana mungkin pembelajaran berpusat pada siswa, karena siswa masih bergantung dan membutuhkan pendampingan, pengarahan dan bimbingan?

Demikian juga guru tidak bisa menjadi pusat pembelajaran karena guru memiliki kekurangan, kelemahan, dan keterbatasannya dalam mengajar. Guru dan siswa tidak akan pernah sempurna, sehingga tidak bisa dijadikan sebagai pusat pembelajaran. Guru dan siswa memiliki kelabilan dan bisa berubah paradigma dan standar hidupnya. Untuk itu, harus ada dasar yang kokoh dan standar sebagai pusat pembelajaran.

Merujuk pada Undang-Undang No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat 1 menyebutkan bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran.” Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan harus direncanakan dan disusun oleh pengajar untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam kurikulum.

Oleh karena itu, peran guru dalam undang-undang ini dipandang sebagai perancang untuk memfasilitasi agar pembelajaran bisa terjadi, terstruktur, dan sistematis dalam kelas. Dengan demikian, pembelajaran bukanlah berpusat pada guru, tetapi guru sebagai penuntun dalam pembelajaran.

Pada Undang-Undang yang sama juga ditekankan bahwa pendidikan nasional harus berlandaskan pada Pancasila. Sebagai dasar pendidikan nasional, seluruh proses pembelajaran harus dipusatkan pada Pancasila, khususnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa dijadikan sebagai pusat pembelajaran, sebagai pijakan utama untuk membentuk karakter siswa yang berakhlak mulia, beriman, dan bertakwa.

Meskipun Pancasila menjadi dasar negara, nilai-nilainya tidak hanya berlaku pada sila pertama, tetapi juga saling mengikat dengan sila-sila lainnya dalam praktiknya. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia harus tidak hanya berakar pada nilai-nilai agama dan kebudayaan nasional, tetapi juga harus responsif terhadap perubahan zaman. Dalam hal ini, pendidikan Indonesia harus berorientasi pada Pancasila, bukan pada murid.

Pada Pasal 4 Ayat (3) Undang-Undang No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Proses ini menempatkan guru sebagai fasilitator dalam mengembangkan potensi dan keunikan setiap peserta didik agar dapat menjadi individu yang mandiri, kreatif, inovatif, dan mampu bersaing di era globalisasi.

Penting untuk dipahami bahwa dalam proses pembelajaran, orientasi pada murid(student-oriented)dan pusat pada murid(student-centered)bukanlah hal yang sama.

Orientasi pada murid berarti bahwa proses pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan, kemampuan, dan minat peserta didik sehingga mereka dapat mengembangkan potensi mereka secara maksimal. Sedangkan, pusat pada murid mengimplikasikan bahwa peserta didik harus menjadi pusat dari proses pembelajaran dan memiliki kontrol atas belajar mereka sendiri.

Dalam konteks pembelajaran yang efektif, orientasi pada murid memainkan peran yang sangat penting karena membantu peserta didik untuk belajar secara aktif dan berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.

Namun, guru tetap berperan sebagai fasilitator, memandu, dan mendukung proses belajar peserta didik. Dengan demikian, proses pembelajaran yang efektif dapat dicapai melalui keseimbangan antara orientasi pada murid dan peran guru sebagai fasilitator.

Dengan demikian, pendidikan di Indonesia, idealnya harus berorientasi pada murid (student-oriented), bukan berpusat pada murid (student-centered). Guru juga bukan pusat dalam pembelajaran, melainkan berperan sebagai fasilitator, pengarah, dan pembimbing dalam pembelajaran atau bisa disebutteacher-directed.

Pendidikan Indonesia sejatinya berpusat pada Pancasila, karena Pancasila adalah dasar, filsafat, identitas, dan panduan hidup berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran, pengajar harus selalu mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila dalam setiap kegiatan pembelajaran sehingga peserta didik tidak hanya belajar tentang materi pelajaran, tetapi juga belajar tentang nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang menjadi dasar kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.***

Baca Lainnya

Hendra Setiawan Bakal “GANTUNG RAKET”usai Indonesia Masters

12 Desember 2024 - 11:09 WIB

Gajah Liar Masuki Wilayah Permukiman Penduduk di Pekanbaru

12 Desember 2024 - 11:07 WIB

116 Kasus HIV/AIDS Baru sepanjang 2024 di Tabanan

11 Desember 2024 - 16:59 WIB

MAN 2 Batam Sabet Juara 3 di Turnamen Futsal Istana Sport Cup 2024

11 Desember 2024 - 15:53 WIB

Ansar dan Menteri Pertanian Bahas Ketahanan Pangan dan Potensi Industri Pertanian di Kepri

11 Desember 2024 - 13:28 WIB

Trending di KEPRI