Raja Amirullah, Ilyas Sabli, Hardi Candra, Makmur dan Syamsurizon Tak Ditahan.
TANJUNGPINANG (HK) – Lima Orang terdakwa kasus korupsi tunjangan rumah dinas (rumdis) DPRD Natuna Tahun 2011, sampai 2015, senilai Rp7,7 Miliar, dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU), selama 4 tahun penjara, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang, (11/1/2023).
Kelima terdakwa tersebut, yakni 2 mantan Bupati Natuna, Raja Amirullah dan Ilyas Sabli. Kemudian mantan Ketua DPRD Natuna Tahun 2009-2014, Hardi Candra, terdakwa Makmur selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Natuna, periode Tahun 2009-2012, Syamsurizon selaku Sekretaris Daerah Pemerintah Kabupaten Natuna periode Tahun 2009-2016.
Menurut JPU dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Natuna, ke-5 terdakawa telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi tunjangan Rumdis DPRD Natuna Tahun 2011 sampai 2015, yang membuat kerugian negara senilai Rp7,7 Miliar.
“Kelima 5 terdakwa dinyatakan telah terbukti bersalah, melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat 1 junto Pasal 18 nomor 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, junto Pasal 55 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan primer penuntut umum,” ujar JPU
Selain itu, kelima terdakwa tersebut juga diwajibkan untuk membayarkan denda, dan masing masing senilai Rp500 juta, dengan ketentuan apabila tak dibayarkan, maka akan digantikan (subsider) dengan 6 bulan kurungan penjara.
Khusus untuk terdakwa Hardi Candra, JPU menuntutnya dengan pidana tambahan, berupa Uang Pengganti (UP) senilai Rp345,5 juta.
“Kemudian seluruh Anggota DPRD Natuna Tahun 2011-2015 yang menerima tunjangan dimintai pertanggung jawaban, sesuai hasil audit kerugian negara,” ujar JPU.
Mendengar tuntutan itu, Tim Penasihat Hukum para terdakwa akan mengajukan pembelaan atau pledoi. Sehingga, Majelis Hakim yang dipimpin Anggalanton Boangmanalu menunda persidangan hingga 25 Januari 2023 atau dua pekan mendatang.
Sekedar guna diketahui, kelima terdakwa tersebut sejak proses penyelidikan penyelidikan di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri 2017 lalu, hingga dilakukan pelimpahan tahap II ke JPU Kejari Natuna sampai proses sidang tuntutan tersebut di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang, belum pernah dilakukan penahanan, melainkan hanya dikenakan tahanan kota.
Perkara dugaan korupsi ini berawal ketika Pemerintah Kabupaten Natuna telah menyelesaikan pembangunan 19 unit bangunan perumahan untuk Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Natuna di kota Ranai Tahun 2010, dengan total anggaran APBD senilai Rp.22 Miliar.
Namun, Rumdis seharga puluhan miliar ini belum dilengkapi sarana dan prasarana seperti belum tersedianya listrik, air minum, dan akses jalan. Lantaran dianggap belum optimal, Pimpinan DPRD dan Anggota DPRD Kabupaten Natuna belum bersedia menempati rumah dinas tersebut karena dianggap belum layak huni.
Kendati demikian, Ketua DPRD Natuna saat itu, berkeinginan melakukan perubahan besaran tunjangan perumahan bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Natuna, untuk Tahun 2011, dengan rincian Ketua DPRD senilai Rp18 juta perbulan. Kemudian Wakil Ketua DPRD Natuna senilai Rp17 juta perbulan, dan Anggota DPRD Natuna lainnya senilai Rp15 juta perbulan.
Penentuan alokasi besaran tunjangan perumahan bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Natuna yang dianggarkan itu ternyata tidak sesuai dengan mekanisme, yakni usulan Sekwan tidak pernah diajukan kepada bupati, Tim TAPD, tidak pernah melakukan survei rumah yang ditetapkan di dalam Permendagri Nomor 7 Tahun 2006. (nel)