TANJUNGPINANG (HK) — Hendie Devitra SH, MH, selaku kuasa hukum mantan Penjabat (Pj) Walikota Tanjungpinang, Hasan menyebutkan penetapan dan penahanan kliennya oleh Tim penyidik Satreskrim Polres Bintan atas perkara dugaan pemalsuan surat lahan milik PT Expasindo Raya seluas 2,6 hektar di kawasan Kecamatan Bintan Timur dinilai sumir.
“Hal dimaksud, karena harus dibuktikan hak keperdataannya dulu, sehingga penetapan tersangka kepada klien kami (Hasan-red) tersebut sangat prematur. Untuk itu kami mohon harus melalui mekanisme dan pendalaman terkait unsur obyektif dalam rumusan Pemalsuan Surat in casu tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya (Pasal 263 dan 264 KUHP),” ungkap Hendie Devitra, didampingi beberapa rekannya pada sejumlah wartawan, Kamis (13/6/2024).
Dilanjutkan Hendie sapaan akrab pengacara cukup dikenal ini, bahwa jika dihubungkan dengan fakta isi perjanjian dalam akta-akta pelepasan hak atas tanah yang dibuat dihadapan Notaris Ratu Aminah Gunawan SH M.Kn di Kabupaten Bintan antara PT Expasindo Raya kepada pelapor (PT Bintan Properti Indo) sebagai bukti perolehan hak tanah yang menjadi dasar laporan, terkait dengan obyek bidang tanah.
“Kami menduga lahan yang diperkarakan oleh Direktur PT BPI Constantyn Barail ke Polres Bintan itu, terjadi tumpang tindih dengan masyarakat, di antaranya milik Darma Parlindungan,” jelas Hendie.
Lebih lanjut Hendie memaparkan, bahwa lahan yang diklaim oleh PT BPI juga tumpang tindih dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama PT Tenaga Listrik Bintan (TLB).
“Status lahan masyarakat itu tidak dibebaskan dan sebagian belum dilakukan ganti rugi oleh pihak PT BPI,” ujarnya.
Akibatnya, terang Hendie, salah satu pihak sebagai kliennya yakni, Darma Parlindungan, melakukan upaya hukum berupa gugatan perdata atas perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Tanjungpinang saat ini.
“Klien saya menggugat PT Expasindo Raya selaku terduga I, PT BPI selaku terduga II, dan Kantor BPN Bintan juga ikut digugat. Sidang perdana pemeriksaan perkara akan berlangsung pada tanggal 26 Juni 2024,” ungkap Hendie.
Diterangkan, bahwa lahan milik Darma memiliki kekuatan hukum keperdataan, yaitu diperoleh dari pembelian 6.941 meter persegi tanah dari Almarhum Oky Irawan sesuai Surat Keterangan Pengoperan dan Penguasaan Tanah (SKPPT) pada April 2015.
“Terkait perkara pidana, perlu menentukan adanya suatu hak perdata atas laporan dugaan pemalsuan surat-surat tersebut. Hal ini diatur dalam Pasal 81 KUHPidana jo Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1956,”jelas Hendie.
Oleh karena itu ucapnya, pemeriksaan perkara pidana yang sedang berproses di Polres Bintan dapat ditangguhkan untuk menunggu putusan pengadilan mengenai ada atau tidaknya hak perdata.
“Lahan perusahaan dari PT Expasindo Raya yang dilepas ke PT BPI pada tahun 1991 lalu diterlantarkan selama lebih dari 20 tahun,”jelas Hendie m
Menurutnya, bahwa proses hukum perdata di pengadilan untuk memenuhi asas kepastian hukum, rasa keadilan, dan kemanfaatan hukum bagi kliennya mengenai penetapan Hasan sebagai tersangka.
“Kami mohon Aparat Penegak Hukum (APH) dapat meninjau kembali, dengan harapan proses penyidikan dapat berjalan secara profesional, proporsional, akuntabel, dan transparan,” pungkasnya.
Seusai pertemuan dengan puluhan awak media Hendie menegaskan akan membantu warga Sei Lekop Kijang, Bintan dalam pengurusan surat tanah yang terjadi timpang tidih.
“Saya siap membantu warga Bintan yang lahannya terjadi timpang tindih serta pengurusan kepemilikan lahan warga yang belum mendapat ganti rugi lahan,” ajaknya. (nel)