BATAM (HK) — Kepala Cabang Grahita RI Kepulauan Riau, Y. Setiawan menjadi narasumber untuk seminar dialog yang bertema “Kenakalan Remaja Kontemporer” dan Peran Guru BK/BP, yang digelar oleh Institut Teknologi dan Bisnis Indo Baru Nasional, Rabu (25/4/2024).
Dalam seminar itu, Setiawan menyoroti 4 masalah kenakalan remaja saat ini, seperti ketidaktaatan terhadap aturan, bad habit (kebiasaan buruk), penyimpangan perilaku dan, pause playing delay (masa bermain yang tertunda).
Ia menjelaskan bahwa ketidaktaatan terhadap aturan pada generasi sekarang tak jauh berbeda dengan generasi lampau. Namun, hanya saja angka pelanggaran generasi kini cenderung lebih tinggi dibanding generasi sebelumnya.
“Yang tidak taat aturan, ya lanjut. Nah, kalau zaman dulu biasanya yang ngikut itu anak-anak STM yang sekarang namanya SMK. Kalau biasanya kerja bakti itu pakai knalpot brong, jalan-jalan begitu ya. Nah, sekarang sama, tapi berubah bentuk. Jadi motoran, geng-geng motor. Nah, ini bukan hanya putra, sekarang putri juga jagoan,” jelasnya.
Kemudian, Setiawan menggarisbawahi bahwa masalah utama lainnya yang dominan di kalangan remaja saat ini adalah bad habit, terutama merokok. Hal ini disebabkan oleh mudahnya akses mereka terhadap rokok konvensional maupun vape.
“Ini sudah mulai bukan hanya di SMA, tetapi sekarang juga terjadi di SMP dan SMA. Banyak yang mulai merokok, baik menggunakan rokok tradisional maupun vape yang sedang populer. Mereka mengatakan, ‘Wah, wangi.’ Saya bertanya, ‘Kenapa?’ Mereka menjawab, ‘Kita modern Pak, wangi. Jadi kita tidak terlihat jorok, tidak bau, kita wangi.’ Tetapi ironisnya, mereka sudah mulai merokok sebelum mencapai usia dewasa. Ini adalah kebiasaan buruk, dan angka perokoknya adalah yang tertinggi di Asia untuk laki-laki,” jelasnya.
Tak hanya merokok, remaja masa kini pun gemar mengkonsumsi makanan tak sehat. Hal itu yang menyebabkan mereka obesitas.
“Nah, remaja sekarang banyak yang obesitas. Dan remajanya sekarang itu, anak Bapak Ibu pasti beda dengan 10 tahun sebelumnya ketika Bapak Ibu mungkin sudah mengajar atau 5 tahun sebelumnya. Anak sekarang badannya bagus-bagus, cepat tinggi itu semua. Nah, dan juga ada obesitas. Kenapa? Kalau makan gampang, enggak usah ke mana-mana, tinggal pesan lewat go-food,” paparnya.
Lalu, Setiawan pun menuturkan bahwa penyimpangan perilaku sedang marak terjadi, khususnya di Kepulauan Riau. Ia pun menyoroti kasus-kasus pelecehan seksual, di mana anak-anak sekolah dasar kerap menjadi korban, dan mirisnya, pelakunya masih berusia di bawah 17 tahun.
“Itu kebiasaan buruk. Kebiasaan buruk yang terus dilakukan akan mengakibatkan penyimpangan perilaku atau maladjustment. Nah, ini adalah kenyataan yang kita hadapi di lapangan riil. Kasus-kasus di sidang korban, yang anak SD, tersangkanya masih di bawah 17 tahun,” tuturnya.
Tak hanya itu, ia pun menjelaskan penyimpangan perilaku ini pun dilakukan dengan sejumlah cara, seperti diiming-imingi jajanan dan kerja kelompok. Lebih parahnya lagi, para pelaku merekam aksi bejat mereka itu. Hal itu dilakukan agar sang korban menuruti perkataan si pelaku.
Kemudian, Setiawan memperhatikan fenomena pause playing delay. Namun, ia mencatat bahwa istilah tersebut telah berubah menjadi pause learning delay, lantaran generasi saat ini mengalami jeda dalam pembelajaran, bukan dalam bermain seperti sebelumnya.
Hal ini terjadi karena penggunaan teknologi yang intens, terutama dalam pembelajaran daring selama masa pandemi COVID-19.
“Kalau sebelum pandemi, orang tua ngelarang, ‘enggak boleh pegang handphone, enggak boleh lihat ini, seminggu cuma sekali’. Waktu pandemi, mau enggak mau, harus lihat internet. Malah banyak subsidi untuk internet,” ucapnya.
Setiawan pun menekankan pentingnya pendidikan dan peran orang tua dalam membimbing anak, terungkap bahwa tantangan utama meliputi kurangnya aturan yang jelas dari generasi ke generasi, kecenderungan menuju kebiasaan buruk terutama terkait penggunaan teknologi, serta peningkatan perilaku yang menyimpang yang dapat memperlambat proses pembelajaran.
Ia juga menyoroti ketidaktersediaan aturan yang konsisten dari generasi ke generasi serta adopsi model pendidikan yang lebih modern.
Untuk mengatasi hal ini, dia mendorong orang tua untuk terlibat lebih aktif dalam kehidupan anak-anak mereka, membimbing mereka menuju perilaku yang lebih positif. (dian)