BATAM (HK) — Kapolresta Barelang Kombes Pol Dr. Nugroho Tri N, SIK, MH menggelar Konferensi Pers ungkap Pelaku Penempatan PMI Ilegal atau Non Prosedural di Lobby Mapolresta Barelang, Jumat (31/5/2024).
“Saya apresiasi atas pengungkapan ini atas koordinasi dan kerjasama dengan BP3MI dan Imigrasi Kota Batam yang selama ini saling bersinergi dengan baik untuk menumpas dan mengungkap PMI Non Prosedural di Kota Batam ini,”
Ia menyampaikan bahwa hal itu merupakan atensi dari Presiden, Kapolri untuk melakukan pencegahan terkait PMI non Prosedural tersebut.
“Terkait pengungkapan ini saya sampaikan jumlah Laporan Polisi dalam kurun waktu 5 bulan terdapat 20 Laporan Polisi dengan 124 korban CPMI, 84 Laki-laki dan 40 Perempuan,” jelasnya.
Dari 24 tersangka yang diamankan, terdiri dari 16 laki-laki dan 8 perempuan dengan rincian sebagai berikut: Satreskrim melaporkan 9 kasus, Satpolair 2 kasus, dan Polsek KKP 9 kasus.
Para tersangka menggunakan modus operandi dengan meyakinkan calon PMI bahwa jalur yang mereka tawarkan adalah jalur resmi dan bukan nonprosedural.
Mereka menjanjikan untuk memfasilitasi administrasi pemberangkatan kerja di luar negeri, mulai dari pembuatan paspor pelancong, mencarikan agen kerja di luar negeri, hingga menerbitkan travel pass atau ICA.
Mereka juga menjamin keberangkatan PMI dengan memfasilitasi tempat penampungan, serta membelikan tiket pesawat dari kota asal hingga dari Batam menuju Malaysia atau Singapura dengan sistem pemotongan gaji setelah mendapatkan pekerjaan. Batam menjadi tempat penampungan, dan rata-rata korban berasal dari Jawa, NTT, dan Lombok.
Dari beberapa kasus, ada 2 kasus menonjol yang diungkap oleh Polsek KKP. Kasus pertama melibatkan korban dengan inisial Y, yang dibawa secara ilegal melalui jalur belakang di Pelabuhan Rakyat Sagulung menggunakan kapal kayu menuju Malaysia. Setelah tiba di perairan Malaysia, korban disuruh berenang dari bibir pantai menuju daratan negara Malaysia.
Namun, setelah tiba di daratan, korban langsung ditangkap dan diamankan oleh tentara negara Malaysia karena telah memasuki negara tersebut secara tidak resmi.
Korban kemudian menjalani hukuman kurungan di Pekan Nanas selama 3 bulan sebelum dipulangkan oleh KJRI ke Indonesia melalui Kota Batam dan diterima oleh pihak BP3MI Kepri, yang selanjutnya memulangkan korban ke kota asalnya di Dumai.
Kasus kedua melibatkan korban dengan inisial NA asal Banyuasin. Ada 5 tersangka dengan inisial HY, S, A, AP, dan LA. Korban NA diberangkatkan secara nonprosedural melalui Pelabuhan Ferry Internasional Batam Center menuju Malaysia. Korban telah diberangkatkan secara ilegal dua kali pada tanggal 25 Januari 2024 & 3 Februari 2024.
Selama di Malaysia, korban bekerja sebagai asisten rumah tangga selama kurang lebih 40 hari kerja dengan 3 majikan. Namun, pada saat bekerja dengan majikan yang ketiga, korban mengalami pelecehan seksual dan kekerasan. Korban akhirnya mendapatkan pertolongan setelah dilaporkan ke polisi Malaysia dan dipulangkan ke Indonesia melalui KJRI.
Kapolresta Barelang Kombes Pol Dr. Nugroho Tri N, SIK, MH menghimbau masyarakat supaya tidak terpengaruh dengan iming iming gaji besar bekerja di luar negeri.
“Silahkan kalau mau berangkat sesuai dengan prosedur yang ada, jika tertangkap akan saya tindak tegas, dan jika ada informasi dari masyarakat mengetahui adanya penampungan seperti wisma atau hotel adanya penampungan yang mencurigakan tolong diinfokan kepada kami,” tegasnya.
Kepala BP3MI Kepulauan Riau, Kombes Pol Imam Riyadi, S.I.K., M.H., mengapresiasi kinerja Polresta Barelang dan jajarannya dalam penanganan PMI. Pengungkapan kasus PMI nonprosedural yang telah dilakukan bukan hanya mengungkap agen-agen tingkat bawah, tetapi juga korporasi, bahkan hingga tingkat Jakarta.
“Alhamdulillah juga terungkap aktor-aktor nya, karna dalam pengngkapan PMI Non procedural kita tidak main-main, sekali lagi saya ucapkan terimakasih kepada Kapolresta Barelang dan jajaran,” ucapnya.
Atas perbuatannya para tersangka di jerat dengan pasal 81 Jo Pasal 83 Jo Pasal 86 UU RI Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang penetapan Pemerintahan Pengganti UU. No. 2 Tahun 2022 Cipta Kerja Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 e KUHP. Ancaman Pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.15.000.000.000,00. (r/dian)