LINGGA (HK) — Seni meliputi semua elemen dalam hidup yang tak bisa sembarangan dipisahkan. Melalui Gerakan Pemajuan Kebudayaan Lingga (GPKL), seniman Lingga bersuara.
Para seniman dan komunitas seni di Lingga melakukan audiensi bersama Komisi III DPRD Lingga beberapa waktu lalu. Senin (31/07/2023).
Dalam rapat dengar pendapat tersebut, GPKL mempertanyakan keterlibatan seniman Lingga dalam acara-acara yang berkaitan dengan seni di Kabupaten Lingga. Mereka merasa para seniman kurang dilibatkan. Selain itu, mereka juga tak dilibatkan dalam pembahasan-pembahasan terkait masalah kebudayaan dan seni yang ada di Kabupaten Lingga.
Padahal, menurut mereka menjaga seni ditempat yang diistimewakan “Bunda Tanah Melayu” bukan hal yang mudah. Diperlukan hati dan konsistensi agar seni tetap hidup dan eksis.
Sehingga, dalam audensi dengan Komisi III DPRD Lingga tersebut, Gerakan Pemajuan Kebudayaan Lingga (GPKL) mendesak Bupati Lingga membuka ruang partisipasi dalam proses pembahasan kebijakan pemajuan kebudayaan di Lingga dan penglibatan seniman budayawan lokal.
Dari catatan GPKL UU No 5 tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan mengamanatkan pemerintah daerah menyusun pokok pikiran kebudayaan daerah (PPKD) sebagai bagian dari strategi kebudayaan nasional.
“Bahkan penglibatan seniman penggiat seni di daerah secara bermakna tidak pernah dibuka oleh Bupati Lingga melalui Dinas Kebudayaan di Lingga sehingga sampai detik dan hari ini masih terjadi pendzaliman untuk penggiat seni lokal. Pemerintah lebih mengedepankan penggiat seni dari luar daerah Lingga dengan bebas tanpa attitude berkesenian terhadap seniman lokal,“ ujar Wawan Daek, seniman Lingga.
Tentu saja ini sangat disayangkan. Mengingat event kesenian sangatlah jarang digelar di Bunda Tanah Melayu, dan kepedulian dan keterlibatan seniman lokal pun kurang. Tanpa adanya ruang di tengah banyaknya bakat-bakat putra daerah terhadap seni, ini terasa sangat dzalim terhadap pekerja seni.
Dalam kesempatan terpisah, Anggota Komisi III DPRD Lingga Said Parman saat dikonfirmasi melalui telepon sangat menyayangkan hal ini terjadi, sehingga seniman dan pekerja seni merasa tak diajak dan dilibatkan bekerja dalam satu kegiatan yg ada diKabupaten Lingga.
“Seharusnya dinas terkait harus bijak dalam menyikapi suatu kebijakan dalam pekerjaan berkesenian kalau dapat gunakan dulu seniman seniman lokal. Karena seniman lokal belum tentu kalah baik dari seniman tempat lain,” tegasnya.
“Seni bukan hanya aktivitas yang dilakukan dengan cara mengindera atau melihat, mengamati, menghayati, memahami serta menangkap nilai-nilai keindahan, tapi seni punya hati”, tutup Seniman Lingga.