JAKARTA (HK) — Anggota Komisi X DPR Zainuddin Maliki mengaku tak mempermasalahkan keputusan Kemendikbudristek yang kini resmi telah menghapus jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA sederajat.
Menurut dia, penghapusan itu merupakan tindak lanjut dari penerapan kurikulum Merdeka Belajar yang kini telah menjadi Kurikulum Nasional.
Zainuddin mengatakan pihaknya telah menyepakati penerapan secara berkala kurikulum tersebut, termasuk di dalamnya menghapus jurusan IPA, IPS, dan Bahasa.
“Kalau itu diterapkan dengan baik, bisa ada bimbingan tentang pengenalan minat dan bakat itu memang menurut saya lebih bagus,” kata Zainuddin saat dihubungi, Selasa (17/7/2024).
Namun, Zainuddin juga melihat potensi kelemahan dari penghapusan jurusan IPA, IPS, Dan Bahasa itu. Bagi siswa, menentukan minat dan bakat menurutnya bukan perkara mudah.
Sebab, lanjut Zainuddin, siswa yang umumnya masih berusia remaja tengah berada dalam proses pencarian jati diri. Kadang, sesuatu yang sudah diminati ternyata bukan minat sebenarnya.
“Karena masa-masa usia remaja itu masa-masa on the becoming process. Proses mencari. Proses menjadi. Kadang-kadang yang diminati hari ini ternyata itu bukan minat yang sebenarnya,” kata dia.
Namun, Guru Besar Universitas Airlangga Surabaya itu menilai jika keputusan bisa diterapkan dengan tepat, hasilnya justru akan bagus. Sebab, seorang siswa akan mendalami sesuatu yang telah menjadi minat dan bakatnya.
Dia mencontohkan pesepak bola profesional asal Argentina, Lionel Messi yang sejak kecil memang sudah diketahui bakatnya dalam sepak bola. Begitu pula dalam pendidikan. Kata Zainuddin, pendidikan yang baik harus sesuai minat dan bakat.
“Saya ingin ambil contoh kayak Messi. Messi usia lima tahun sudah ketahui minat dia di sepak bola,” ucap politikus PAN tersebut.
“Udah ketahuan kalau minat dia sepak bola. Kalau udah ketahuan sejak dini itu lebih bagus. Dan pendidikan yang bagus memang prinsipnya harus sesuai minat dan bakat,” imbuhnya.
Sementara, Wakil Ketua Komisi X Dede Yusuf Macan mengatakan penghapusan jurusan IPA, IPS, Bahasan bukanlah sebuah keputusan baru dan mendadak. Menurut dia, keputusan itu telah direncanakan dan diuji coba dalam beberapa tahun terakhir.
Hanya saja, Dede mengingatkan agar keputusan itu kini disosialisasikan lagi sebab faktanya masih ada sebagian masyarakat yang tak mengetahuinya. Dede juga mewanti-wanti proses penyesuaian penghapusan metode penjurusan itu membutuhkan waktu.
“Apapun sistem pasti akan ada penyesuaian. Proses ini masih dirasakan karena masih banyak orang tua yang ini nggak sama seperti dulu. Jadi pasti akan ada riak-riak itu,” kata dia.
Sementara, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbud Ristek Anindito Aditomo mengungkap pada tahun ajaran 2022, 50 persen sekolah sudah menerapkan Kurukulum Merdeka. Sementara untuk 2024 tercatat sudah sekitar 90-an sekolah yang menerapkan Kurikulum Merdeka.
Lewat kebijakan itu, pemerintah berharap siswa bisa lebih fokus membangun basis pengetahuan yang relevan untuk minat dan rencana studi lanjutannya.
“Peniadaan jurusan di SMA dimaksud merupakan bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka yang sudah diterapkan secara bertahap sejak tahun 2021,” kata Anindito saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (17/7/2024).
Sumber: CNN Indonesia