BATAM (HK) – Para perwakilan buruh di Batam melakukan demonstrasi di depan Kantor Wali Kota Batam pada Rabu (12/6/2024), menentang implementasi program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Mereka menganggap rencana kebijakan baru pemerintah ini akan menimbulkan beban yang berat bagi mereka. Demonstran diterima oleh Heriman, yang mewakili Wali Kota Batam.
Menurut Heriman, pemerintah menghargai usaha para buruh dalam memperjuangkan kesejahteraan mereka. Namun, dia menjelaskan bahwa maksud pemerintah memperkenalkan Tapera adalah untuk membantu pekerja menyimpan uang dan memiliki rumah sendiri.
“Ini sudah menjadi isu nasional. Kemungkinan ini akibat sosialisasi dan komunikasi yang kurang sehingga banyak yang belum paham teknis Tapera ini,” ujar Heriman seperti yang dikutip dari GoWest.id pada Rabu (12/6/2024).
Menurut Heriman, baik buruh maupun pengusaha menolak Tapera. Namun, beban yang harus ditanggung oleh pengusaha berpotensi lebih besar, mengingat mereka harus membayar 0,5 persen dari gaji karyawan setiap bulan untuk semua pegawai mereka.
Dalam konteks aksi ini, Yafet Ramon, Ketua Konsulat Cabang Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kota Batam, menguraikan empat alasan utama penolakan Tapera oleh para pekerja di Batam.
Pertama, dia menyebut program tersebut masih tidak jelas. “Belum ada kepastian apakah buruh akan secara otomatis memiliki rumah setelah bergabung dengan Tapera. Jika ini dipaksakan, bisa merugikan buruh,” ujarnya.
Kedua, menurutnya, besaran iuran tidak realistis. Dengan rata-rata upah buruh sekitar Rp3,5 juta per bulan, iuran sebesar 3% (sekitar Rp105 ribu per bulan) dianggap tidak akan cukup untuk membeli rumah dalam 10-20 tahun ke depan.
Ketiga, Yafet menyoroti beban tambahan yang ditanggung oleh pekerja. Dalam lima tahun terakhir, daya beli buruh telah turun 30%, sehingga potongan untuk Tapera akan semakin memberatkan.
Keempat, dia menekankan bahwa penyediaan perumahan seharusnya menjadi tanggung jawab negara, bukan hanya beban bagi pekerja semata.
Yafet menegaskan bahwa penolakan Tapera di Batam juga mencerminkan kekhawatiran pekerja di seluruh Indonesia terhadap program yang dianggap tidak adil dan memberatkan.
Aksi ini juga diharapkan menjadi pengingat bagi pemerintah akan pentingnya dialog dan pertimbangan yang matang sebelum menerapkan kebijakan yang memiliki dampak luas. (dian)