OPINI By : Nina Nuzila Wati
TANJUNGPINANG (HK)- Di era sebelum internet, guru adalah sumber utama bahkan satu-satunya bagi murid untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Apa yang disampaikan guru di kelas menjadi pegangan utama. Buku pelajaran adalah satu-satunya referensi yang bisa diandalkan. Di ruang kelas, guru berdiri di depan sebagai satu-satunya narasumber, sementara murid duduk diam, mencatat, dan menerima. Proses belajar berlangsung satu arah, dan itulah wajah pendidikan selama bertahun-tahun.
Namun, dunia bergerak cepat. Sangat cepat. Kini pengetahuan bukan lagi barang langka. Ia hadir dalam genggaman tangan, 24 jam sehari. Dari Google, YouTube, podcast, hingga kursus daring dari universitas ternama dunia semua bisa diakses hanya dengan koneksi internet. Transformasi ini mengguncang cara belajar, dan secara perlahan menggeser posisi guru. Mereka bukan lagi pemilik tunggal ilmu, melainkan fasilitator pembelajaran. Dan di sinilah tantangan besar muncul: bagaimana guru tetap relevan di tengah banjir informasi digital yang terus melaju tanpa henti?
Guru kini harus menjadi lebih dari sekadar pengajar. Mereka harus menjadi pemandu di tengah belantara informasi, membantu siswa memilah mana yang benar, mana yang keliru; mengajarkan cara berpikir, bukan sekadar apa yang harus dipikirkan. Di zaman ketika siswa bisa mengetahui topik terkini lebih cepat dari gurunya lewat media sosial, maka guru tak bisa lagi hanya berdiri di depan. Mereka harus berjalan bersama, bahkan berlari mengejar zaman.
Namun satu hal yang tak berubah: peran guru tetap tak tergantikan. Sebanyak dan secanggih apapun teknologi yang tersedia, tak satu pun yang bisa menggantikan makna dari interaksi manusia dalam proses belajar. Guru memberi lebih dari sekadar pelajaran. Mereka memberi inspirasi. Mereka menanamkan nilai. Mereka membentuk karakter dan membangun kedekatan emosional yang tak akan pernah bisa dilakukan oleh algoritma.
Perubahan zaman ini juga menuntut sistem pendidikan untuk ikut berbenah. Kurikulum harus lebih lentur dan adaptif. Sekolah harus memberi ruang bagi inovasi. Dan yang paling penting, guru pun harus terus menjadi pembelajar. Karena sejatinya, proses belajar tidak pernah berhenti, bahkan setelah seseorang menjadi guru.
Kita tidak lagi hidup di zaman ketika pendidikan hanya soal transfer ilmu. Pendidikan hari ini adalah soal bagaimana membentuk generasi yang mampu belajar mandiri, berpikir kritis, dan beradaptasi dengan perubahan. Dan dalam proses besar itu, guru tetap menjadi tokoh sentral. Bukan karena mereka tahu segalanya, tetapi karena mereka tahu bagaimana membimbing murid menemukan jawabannya sendiri.
Guru memang bukan lagi satu-satunya sumber ilmu. Tapi mereka tetap satu-satunya yang bisa menyentuh jiwa. Karena teknologi bisa mengajarkan pengetahuan, tapi hanya guru yang mampu menanamkan nilai, karakter, dan makna hidup.
Nina Nuzila Wati
Prodi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Maritim Raja Ali Haji