BATAM (HK) – Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), mendukung langkah Mabes Polri membentuk Unit Tindak Pidana Perempuan dan Anak (PPA), beserta Pidana Perdagangan Orang (PPO), hingga di tingkat Polsek. Khususnya di wilayah Kepulauan Riau (Kepri), yang dinilai mendesak untuk segera dibentuk.
Hal tersebut didasari, karena belakangan ini kerap terjadi kekerasan terhadap anak dan perempuan, maupun maraknya rekrutmen trafficking in person, yang banyak dilakukan oleh oknum di level kampung/desa.
Anggota Kompolnas, Poengky Indarti saat dihubungi mengatakan, terkait adanya langkah Mabes Polri membentuk Unit Tindak Pidana Perempuan dan Anak (PPA), beserta Pidana Perdagangan Orang (PPO), hingga di tingkat Polsek, Kompolnas sangat mendukung.
“Kompolnas sangat mendukung langkah Mabes Polri membentuk Unit Tindak Pidana Perempuan dan Anak (PPA), beserta Pidana Perdagangan Orang (PPO), hingga di tingkat Polsek. Khususnya di wilayah Kepulauan Riau (Kepri), yang dinilai mendesak untuk segera dibentuk,” kata Poengky Indarti, Selasa (15/10/2024).
Bahkan menurut Anggota Kompolnas, pembentukan Unit PPA/PPO di tingkat Polsek sangat penting, karena polisi sektor merupakan terdepan dalam melayani semua masyarakat dan menegakkan hukum.
“Dulu, sekitar Tahun 2014 pernah dilakukan rekrutmen 7.000 orang Polwan, yang diharapkan nantinya dapat menguatkan unit PPA/PPO di tingkat Polda, Polres hingga Polsek. Tapi, karena sarana dan prasarana kurang memadai, akhirnya tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. “Seperti misalnya tidak ada perumahan untuk Polwan,” sebut Poengky Indarti.
Melihat situasi itu, lanjut dia, Kompolnas mendukung perlu penguatan pengamanan bagi Polwan yang diturunkan di Polsek-polsek, di wilayah yang rawan konflik.
Artinya apa, jelas Poengky, Polwan yang bertugas di daerah rawan konflik perlu dibekali kemampuan (skill), dan pengetahuan (knowledge), untuk menjadi “juru damai”.
“Termasuk mencegah konflik karena perempuan dan anak-anak sangat berdampak jika terjadi konflik, baik menjadi korban kekerasan secara langsung maupun kekerasan dalam rumah tangga,” ujarnya.
Sementara itu, terkait tindak pidana perdagangan orang (TPPO), kata dia, Kompolnas mendapatkan informasi tentang maraknya rekrutmen trafficking in person banyak dilakukan di level kampung/desa. Sehingga, sambung dia, peran polsek sangat krusial dalam mencegah maupun menindak tegas pelaku kejahatan.
“Di Kepri sangat urgent dan krusial mengingat Kepri berbatasan secara langsung dengan Singapura, Malaysia dan Vietnam sehingga marak terjadi kasus-kasus trafficking in person, serta kekerasan terhadap perempuan dan anak,” kata Poengky.
BP3MI Kepri mencatat sepanjang 2024 ini menangani 2.036 PMI dideportasi dari Malaysia. Selain itu, selama periode Agustus hingga Oktober, Polda Kepri menerima 4 laporan polisi terkait TPPO dengan korban sebanyak lima orang yang dijanjikan pekerjaan di luar negeri.
Sebelumnya, Kabag Jakum Biro Jakstra Stama Rena Polri Kombes Pol Benny Iskandar di Jakarta, Rabu (9/10/2024), mengatakan Polri berencana membentuk unit PPA/PPO hingga ke tingkat polsek.
“Kedepannya, rencana kami sampai dengan tingkat polsek itu ada Kanit PPA. Jadi tingkat polda ada Direktur PPA/PPO, kemudian di polres ada Kasat PPA/PPO, kemudian di polsek itu ada Kanit PPA/PPO,” kata Benny.
Polri resmi membentuk Direktorat PPA/PPO pada September 2024. Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo menunjuk Brigjen Pol. Desy Andriani sebagai direktur di direktorat baru tersebut.
Pembentukan Direktorat PPA/PPO Polri itu berdasarkan Perpres Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Perpres Nomor 52 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Polri yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo, di Jakarta, 12 Februari 2024.
Pertimbangan diterbitkannya Perpres itu, yakni untuk optimalisasi pelaksanaan tugas dan fungsi penanganan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang serta penyeludupan manusia oleh Polri. (ant)