BINTAN (HK) — Polisi masih melakukan penyelidikan tambak udang yang diduga belum mengantongi izin di Dusun 3, Desa Pengujan, Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan, Jumat (26/4/2024).
Penyidik Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Polres Bintan juga tengah melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (Pulbaket) soal pembangunan Tambak Udang yang diduga telah melakukan pengerusakan bakau di kawasan hutan lindung.
Kanit Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Polres Bintan Ipda Adi Satrio Gustian mengaku masih melakukan pemeriksaan dan akan berkoordinasi dengan beberapa dinas terkait di Kabupaten Bintan.
“Awal Minggu depan kita akan koordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup, Dinas PU dan Dinas PTSP,” ujarnya.
Sebelumnya, penyidik Tipiter Polres Bintan juga telah turun ke lokasi tambak udang yang berada di Desa Pengujan, dengan tujuan untuk mengetahui secara pasti dan melihat proses penggalian maupun pembangunan tambak udang tersebut.
Dari hasil pengecekan yang telah dilakukan pihak kepolisian ditemukan beberapa hutan bakau dibabat untuk pembuangan saluran air.
Pantauan dilapangan juga terlihat papan pemberitahuan bertuliskan kawasan hutan hutan lindung di sekitar pembangunan tambak udang.
Terkait perizinan, dia mengatakan, pihak pelaku usaha mengaku telah mengajukan perizinan lingkungan tapi perizinan masih dalam proses di pihak terkait.
Dia juga mengatakan, pihaknya akan memanggil pemilik usaha ke Polres Bintan untuk dimintai klarifikasi terkait laporan dari warga.
Pemilik usaha, Safrudin mengatakan sudah memiliki izin berusaha dan NIB.
“Kalau izin lingkungan on proses,” ujarnya.
Dia mengakui, ada pohon bakau yang terkena dari pembangunan saluran air tersebut.
“Ada beberapa batang (bakau yang kena), biasanya nanti kami sudah kirim (ke pihak terkait). Berapa batang nanti (yang kena) kami bayar, kami siap membayar bakau itu beberapa batang,” ujarnya.
Keluhkan Limbah
Nelayan yang melaut sekitar perairan Selat Bintan Desa Pengujan, Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan juga mengeluhkan dampak pembuangan limbah dari pembangunan tambak udang yang berdekatan dengn laut.
Akibat dari penggalian kolam tambak udang tersebut, limbah yang dibuang ke laut menyebabkan hasil tangkapan nelayan menjadi berkurang.
Beberapa hari yang lalu masyarakat nelayan Desa Pengujan sempat demo ke lokasi tambak udang tersebut.
Mereka meminta agar pemerintah daerah menghentikan aktivitas penggalian kolam tambak udang tersebut.
Karena tanah galian kolam tersebut dibuang ke laut yang menyebabkan air sekitar laut tersebut menjadi keruh.
“Limbah dari galian kolam tersebut terdampak ke kami, sehingga air laut menjadi keruh, warnanya menjadi hitam dan menimbulkan bau,” ujar seorang nelayan Abdul Razak saat ditemui di dekat lokasi tambak udang, baru-baru ini.
Dia mengungkapkan, akibat dari buangan limbah tersebut juga ada masyarakat nelayan yang tangkapan ikan mereka mati puluhan ekor dan susahnya mencari ikan, udang dan lainnya di laut.
Selain itu juga lanjutnya, buangan limbah tersebut berdampak bagi nelayan dalam pembibitan ikan, karena airnya sudah mulai menimbulkan gatal dan efek lainnya.
“Nelayan disini yang setiap hari beraktivitas mencari ikan di laut sudah merasakan dampaknya dan kalau ini dibiarkan maka kedepan akan berakibat semakin fatal,” katanya.
Belum lagi imbuh dia, pohon bakau di dekat laut tersebut sudah ditebang dan dibiarkan berlarut-larut maka biota laut akan menjadi mati.
“Sejak lahan tersebut digali dari awal untuk dibangun tambak udang, pihak pengusaha tidak pernah melakukan sosialisasi kepada nelayan setempat.
Kami juga sempat menyampaikan kepada pelaku usaha tambak udang tersebut meminta kompensasi tiap bulan Rp500 ribu untuk nelayan yang terdampak limbah ini, namun belum ditanggapi,” ungkapnya.
Lebih lanjut dikatakan, sebelumnya juga pihak DKP, PTSP dan instansi terkait lainnya sudah turun ke lokasi untuk menghentikan aktivitas itu.
Namun, pihak pelaku usaha tambak udang tetap saja masih melakukan aktivitasnya.
“Kami akan melaporkan masalah ini dengan Bupati Bintan segera. Kalau tidak ada tanggapan, maka kami akan megumpulkan massa untuk menindaklanjutinya,” imbuh Razak.
Sementara itu, pemilik lahan Kamal menyebutkan bahwa lahan miliknya yang dibeli untuk tambak udang tersebut sekitar seluas 6 hektar.
Terkait dengan izin usaha tambak udang air laut tersebut kata dia sebelumnya sudah berkonsultasi dengan instansi terkait, diantaranya Dinas Lingkungan Hidup, PTSP, pihak Desa setempat dan lainnya.
“Kami sudah mengurus izinnya yang saat ini masih dalam proses. Karena ada beberapa tahapan yang diselesaikan diantaranya Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup atau SPPL dan izin lainnya.
Karena lahan tersebut tidak luas, maka izinnya tidak sampai Amdal,” jelasnya.
Terkait dengan hutan bakau yang ditebang, Kamal mengatakan bahwa surat yang ia miliki sampai di dekat bakau dan lahan tersebut putih.
“Kalau distop aktivitas ini, bagaimana nanti nasib orang tempatan disini yang sekarang bekerja. Karena pekerja tambak udang ini kita rekrut dari kampung sini,” ujarnya.
Apalagi kata dia, mereka yang bekerja disini punya anak dan keluarga, jadi serba salah juga kalau dihentikan. (btp/eza)