BATAM (HK) – Sejumlah wilayah pantai di Kota Batam mengalami banjir rob selama tiga hari terakhir. Bahkan, saat pasang air laut, barang-barang milik warga terbawa oleh arus laut.
Contohnya, di daerah Setokok, seorang warga bernama Surep mengakui bahwa banjir rob sering terjadi setiap tahun di wilayah pesisir. Baginya, banjir rob yang terjadi kali ini merupakan yang terburuk dalam dua tahun terakhir.
“Iya paling parah dan berulang selama dua tahun ini,” kata Surep, Selasa, (13/2/2024).
Air laut telah mencapai lantai rumah-rumah warga, bahkan setinggi betis orang dewasa. Ia mengatakan kondisi seperti ini biasanya tidak pernah terjadi sebelumnya.
Menurut perhitungan yang dilakukan oleh masyarakat nelayan Melayu di pesisir, puncak banjir rob diperkirakan akan terjadi pada Selasa (13/2/2024).
Mereka merujuk pada fenomena yang disebut sebagai ‘toho 30’, yang mengindikasikan bahwa banjir rob terjadi setiap tahun secara berulang. Dalam satu bulan, terdapat dua kali pasang tinggi, yaitu pada tanggal 15 dan 30 dalam kalender Islam.
“Biasanya pasang tinggi itu dari tanggal 30 sampai 3 (kalender hijriah), puncaknya hari ini,” kata Sarep.
Sarep menyatakan bahwa tidak hanya tingginya air laut yang menjadi masalah, tetapi situasi ini semakin diperparah oleh musim angin utara yang menyebabkan angin kencang dan gelombang laut yang tinggi.
“Kami juga khawatir rumah-rumah akan roboh,” ujarnya.
Mujianto, Ketua RT 03/RW 02 di Kelurahan Tanjung Uma, Kecamatan Lubuk Baja, mengungkapkan bahwa banjir rob yang terjadi pada tahun 2024 ini lebih parah daripada sebelumnya.
Ia menjelaskan bahwa biasanya air laut hanya naik hingga sekitar 10 meter di pesisir, namun kali ini mencapai ketinggian 15 meter.
“Tahun ini lebih parah,” kata Muji.
Dia melanjutkan, saat ini warga masih bertahan di rumah-rumah panggung. “Kami berharap agar tidak ada lagi banjir parah seperti ini. Mitigasi yang kami lakukan hanya sebatas memberi himbauan agar warga selalu waspada,” ungkap Muji.
Mujianto juga menegaskan bahwa banjir rob tidak hanya disebabkan oleh cuaca ekstrem, tetapi juga oleh gelombang tinggi yang diakibatkan oleh lalu-lalang kapal penumpang di depan kampung Tanjung Uma.
“Kami juga sudah minta kepada pihak kapal untuk kecepatan kapal dipelankan ketika melintas dekat kampung ini,” kata dia.
Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Kelas I Hang Nadim Batam, Suratman, mengatakan, banjir rob yang lebih tinggi dari biasanya dipicu karena angin yang cukup kuat, menyebabkan seolah-olah gelombangnya menjadi cukup tinggi.
“Apalagi saat ini juga masih angin utara. Jadi ketika banjir rob, terasa lebih tinggi, dari pada sebelumnya,” kata dia.
Air laut yang dirasa lebih tinggi dari biasanya, menurut Suratman karena efek dari pemanasan global, sehingga ketinggian air laut bertambah.
“Walaupun tambahnya tidak signifikan sekian meter, tapi lama kelamaan tetap naik,” kata dia.
Selain itu, warga yang tinggal di pinggir laut, juga mengalami fenomena terjadinya penuruanan daratan.
“Daratannya turun, air lautnya nambah walaupun satu senti dua senti,” kata dia.
Suratman menjelaskan bahwa banjir rob tidak berlangsung dalam waktu yang lama karena terkait dengan fase putaran bulan. “Yang perlu diwaspadai adalah saat puncak air maksimum bersamaan dengan hujan,” katanya.
Pihaknya mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap banjir rob. Masyarakat yang tinggal di daerah pesisir diminta untuk mengantisipasi terutama dengan menghindari lokasi tersebut sebisa mungkin.
“Kalau bisa agak menjauh dari pesisir. Jika tidak bisa, antisipasi kalau tanda-tanda air pasang maksimum terjadi pas bulan purnama, jarak terdekat anatara bulan dan bumi berbarengan dengan hujan, itu yang harus diwaspadai,” tutupnya. (dian)