BATAM (HK) – PT.LautMas diduga kuat telah mangkir dari kewajibannya membayar sejumlah uang untuk pelunasan sisa pembayaran terakhir dari jual beli alat berat berupa 1 Unit RecchStaker Kone Crane yang telah disepakati bersama yakni sebesar Rp 300 juta.
Hal itu dibuktikan dengan tidak dibayarkannya uang sisa pembayaran terakhir yang seharusnya dibayarkan dan telah jatuh tempo pada tanggal 15 Januari 2024. Mirisnya, perusahaan milik Steven (Warga Negara Singapura red) itu pun juga menutup jalur mediasi.
Terbukti, dengan ditutupnya perusahaan milik Steven yang lain yang berada di Surabaya. Tak hanya itu, Steven juga menutup semua jalur komunikasi sehingga dia tidak dapat dihubungi guna mengetahui keberadaannya.
Berbagai upaya telah dilakukan, namun tidak ada itikad baik dari Steven. Terakhir, penerima kuasa dari pihak Rickey mencoba mendatangi langsung perusahaan milik Steven yang berada di Kota Batam, tepatnya di Kawasan Union Industri Batu Ampar.
Alih-alih para utusan itu diterima dan disambut dengan baik oleh perwakilan perusahaan Steven yang ada di Batam, malahan yang didapati adalah mereka dihadang dengan diletakkannya sebuah kontainer yang dibuat melintang persis ditengah jalan pintu masuk ke perusahaan itu.
Alhasil, para utusan penerima kuasa dari pihak Rickey pun tidak bisa masuk kedalam perusahaan. Para utusan Penerima kuasa dari pihak Rickey hanya bisa terdiam dan tidak bisa berbuat apa-apa atas tindakan yang dinilai sangat arogansi yang diperlihatkan oleh pihak perusahaan PT.LautMas.
Tidak hanya itu, hal lainnya yang membuat geram lenerima kuasa dari pihak Rickey adalah, kontrak sewa kapal NewLight sesuai dengan perjanjian akta tanggal 01 Maret 2015 yang mana isinya berbunyi, pihak Rickey menyewakan 1 Unit Kapal bernama KM NewLight dengan status On & Off Hire nya di pelabuhan Surabaya.
Akan tetapi, disaat itu pihak PT.LautMas tidak memiliki fasilitas sarana kontainer untuk melangsungkan kegiatan sewa kapal tersebut.
Maka dengan demikian kan, PT.LautMas meminta bantuan kepada Rickey agar bisa menyediakan kontainer kepada PT.LautMas, untuk dapat menyelaraskan kegiatan penyewaan kapal tersebut.
“Saat itu Pak Rickey menyetujui meminjamkan kontainer miliknya sebanyak lebih kurang 440 unit kepada PT.LautMas, itupun dengan syarat kontainer dipinjamkan untuk pemakaian selama 30 hari saja. Dan, setelah itu harus dikembalikan lagi kelokasi DEPO Tanjung Batu Surabaya,” ucap Penerima Kuasa, Iwan Arif didampingi Pemberi Kuasa, Rickey di depan pintu masuk PT.LautMas, Senin (22/1/2024)
Masih menurut Iwan, dalam kesepakatan yang dibuat itu mengatur juga hak dan kewajiban dari kedua pihak. Apabila setelah melewati masa 30 hari namun belum juga dikembalikan, maka PT.LautMas akan dikenakan denda sewa kontainer. Dengan rincian, kontainer 20’ft sebesar 1.20 USD/perhari, dan kontainer 40’ft sebesar 2 USD/perhari.
“Kenyataanya, hingga saat ini kontainer yang dipinjamkan ke PT.LautMas tidak pernah dikembalikan ataupun belum pernah dibayar sekalipun berikut dengan dendanya yang sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat,” tegasnya.
Kemudian, poin berikutnya yang menjadi attensi yakni, waktu itu PT.LautMas berkeinginan untuk membuat izin SIUPAL. Saat itu pihak PT.LautMas yang dihadiri oleh Steven, Alan, Tan Te Ho dan Ibu Tria mendatangi kantor Bapak Rickey berbicara untuk meminta bantuan agar bisa meminjamkan 2 Unit Kapal yang bernama ALKEN POLLUX dan ALKE PATRIOT untuk dijadikan sebagai bahan persyaratan pengurusan izin SIUPAL dengan alasan PT.LautMas akan mengerjakan proyek di Timor Dili.
Lanjuta, dari hasil pembicaraan tersebut Bapak Rickey menyetujui membantu meminjamkan 2 Unit Kapal miliknya kepada PT.LautMas itupun dengan syarat dipinjamkan dalam jangka waktu 1 tahun, dan termasuk seluruh biaya yang timbul selama proses pengurusan perizinan beserta biaya docking ditanggung seluruhnya oleh PT.LautMas.
Dalam perjanjian itu juga lanjut Iwan, PT.LautMas menjanjikan kepada Bapak Rickey untuk ikut andil atas proyek yang ada di Timor Dili. Lalu, semua hasilnya akan diserahkan ke Bapak Rickey.
“Namun, jangankan mendapatkan untung, 2 unit kapal yang dipinjamkan itu sampai sekarang tak tahu berada dimana,” ucapnya geram.
Meski begitu, pihaknya masih membuka pintu mediasi yang seluas-luasnya, agar kedua belah pihak bisa kembali duduk bersama, serta berbicara secara sadar bagaimana cara untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan baik-baik.
“Kami membuka diri untuk diskusi menyelesaikan permasalahan ini secara kekeluargaan, agar tidak merugikan kedua belah pihak yang bersangkutan,” sebutnya.
Pihaknya berharap, pada saat pertemuan nanti dari pihak PT.LautMas bisa kembali menghadirkan orang-orang yang pertama sekali hadir menemui Bapak Rickey yakni, Steven, Alan, Tan Te Ho dan Ibu Tria, supaya pertemuan dan hasil pembicaraannya mendapatkan titik terang. (dam)