TANJUNGPINANG (HK) – Mantan Kepala Badan Pengusahaan (BP) Kawasan Kota Tanjungpinang, Den Yealta disidang sebagai terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Tanjungpinang, Jumat (5/1/2024).
Eks Kepala BP Kawasan Tanjungpinang didakwa oleh Jaksa KPK perkara dugaan korupsi pengaturan kuota rokok yang telah melebih kebutuhan wajar periode 2015 hingga 2019 dan telah menguntungkan setidaknya 13 perusahaan rokok, sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp.622,664 miliar rupiah lebih, sebagaimana ketentuan peraturan dan perundangan yang berlaku.
“Ketentuan tersebut diantaranya, UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 105 ayat (2c) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.04/2017 tentang Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Kawasan Yang Telah di Tetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan Pembebasan Cukai,”ujar Jaksa KPK
Disamping itu, dalam dakwaan Jaksa KPK juga menyebutkan adanya sejumlah aliran dana yang diterima oleh mantan Gubernur Kepri, Nurdin Basirun sebesar Rp.300 juta, termasuk sejumlah pejabat di lingkungan Provinsi Kepri, juga pejabat di Kota Tanjungpinang saat itu, termasuk pihak lain, meskipun nilainya hanya kisaran Rp100 juta rupiah hingga belasan juta rupiah.
Sementara terdakwa Den Yealta sendiri, disebut oleh Jaksa KPK telah menerima aliran dan miliaran rupiah secara bertahap untuk perkaya diri sendiri dan orang lain dari sejumlah pengusaha rokok sejak periode 2015 hingga 2019 sebesar Rp.3,5 miliar ditambah 50 ribu US Dollar Singapura.
Jalannya sidang perkara tersebut dipimpin Majelis Hakim Ricky Ferdinand sebagai ketua majelis, dan Hakim anggota Fauzi dibantu Hakim Adhoc Tipikor, Syaiful Arif.
Proses penanganan perkara dugaan korupsi yang dilakukan oleh KPK terhadap mantan Kepala BP Tanjungpinang tersebut terkait pengaturan Barang Kena Cukai (BKC) Rokok di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan wilayah kota Tanjungpinang tahun 2015 – 2019.
Kelebihan kuota dengan modus perhitungan fiktif barang kena cukai rokok ini, mengakibatkan kerugian keuangan negara hingga ratusan Miliar dari sisi penerimaan cukai, pajak pertambahan nilai dan pajak daerah yang mencapai ratusan miliar rupiah.
Atas perbuatanya, Jaksa KPK menjerat terdakwa Den Yelta dengan Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Terhadap dakwaan Jaksa KPK tersebut, terdakwa Den Yealta melalui Tim Penasehat Hukumnya tidak mengajukan keberatan dengan alasan sejumlah isi dakwaan telah terpenuhi.
Atas hal tersebut, sidang akan dilanjutkan pada Rabu (10/1/2023) dengan agenda pembuktian menghadirkan sejumlah saksi.
Hadirkan 40 Saksi dan 5 Ahli
Dalam sidang, Jaksa KPK menyebutkan ada sebanyak 40 saksi ditambah 5 saksi ahli yang akan dihadirkan dalam persidangan nantinya, sehingga pihak jaksa KPK menyarankan kepada majelis hakim agar sidang dapat dilakukan seminggu 2 kali.
Namun saran jaksa KPK tersebut sulit dipenuhi oleh majelis hakim, disebabkan banyak perkara korupsi lain yang disidangkan di Pengadilan Negeri Tanjungpinang saat ini, sementara majelis hakimnya juga cukup terbatas.
“Sidang perkara korupsi di Pengadilan saat ini cukup banyak. Sementara hakim Ad-hock, cuma satu orang ini saja,”ungkap hakim ketua persidangan ini
Sekedar diketahui, Den Yealta berdasarkan Keputusan Dewan Kawasan Bintan tertanggal 23 Agustus 2013 resmi diangkat menjadi Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kota Tanjungpinang.
Kemudian, sekitar Desember 2015, Ditjen Bea dan Cukai mengirimkan surat resmi perihal evaluasi penetapan barang kena cukai (BKC) ke kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas yang berisi antara lain teguran pada BP Bintan terkait jumlah kuota rokok yang diterbitkan BP Bintan termasuk BP Tanjungpinang ditahun 2015 melebihi dari yang seharusnya.
Sesuai ketentuan besaran kuota rokok hanya sebesar 51, 9 juta batang sedangkan besaran kuota rokok yang diterbitkan sebesar 359, 4 juta batang dengan kalkulasi selisih sebesar 693 persen
Den Yealta selama menjabat, realisasi jumlah kuota hasil tembakau (rokok) telah melebihi dari kebutuhan wajar setiap tahunnya dengan ditandatanganinya 75 SK kuota.
Dengan kebijakan tersebut, telah menguntungkan berbagai perusahaan pabrik dan distributor rokok yang seharusnya membayarkan cukai dan pajak atas kelebihan jumlah rokok.
Untuk pemenuhan kuota rokok diwilayah Kota Tanjungpinang, Den Yealta sama sekali tidak melakukan perhitungan dan penentuan kuota rokok sebagaimana pertimbangan jumlah kebutuhan secara wajar akan tetapi secara sepihak membuat mekanisme penentuan kuota rokok dengan menggunakan data yang sifatnya asumsi diantaranya data perokok aktif, kunjungan wisatawan dan jumlah kerusakan barang.
Selain itu, Kepala BP Kawasan Tanjungpinang ini juga tidak melibatkan staf dalam penyusunan aturan perhitungan kuota rokok, sehingga hasil perhitungannya tidak dapat dipertanggungjawabkan, adanya jatah titipan kuota rokok disertai penetapan kuota rokok untuk beberapa perusahaan pabrik rokok lebih dari satu kali dalam satu tahun anggaran.(nel)