JAKARTA (HK) – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terus mengintensifkan penyelidikan terhadap dugaan kartel suku bunga pinjaman online (pinjol) yang melanggar UU Nomor 5 Tahun 1999 dalam layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi.
Gopprera Panggabean, Direktur Investigasi KPPU, mengonfirmasi bahwa sejak dimulainya penyelidikan pada 25 Oktober 2023, Satuan Tugas Penyelidikan telah mengirimkan permintaan data dan dokumen ke 48 perusahaan peer to peer (P2P) lending yang sudah mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan.
“Saat ini, kami sudah menerima respons dari 48 perusahaan pinjol. Selain itu, KPPU juga telah meminta keterangan dari Ketua Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), empat pemberi pinjaman, dan 17 penyelenggara P2P,” ungkap Gopprera.
Meski informasi yang terkumpul masih dalam proses pengolahan, KPPU meminta kerjasama dari semua pihak terkait agar tidak diperlukan bantuan penyidik atau penyerahan kepada penyidik untuk melakukan penyidikan lebih lanjut.
Gopprera menegaskan bahwa penyelidikan ini adalah bagian dari serangkaian kegiatan untuk mengumpulkan setidaknya dua alat bukti yang sah.
“Dalam rentang waktu penyelidikan 60 hari, yang dapat diperpanjang masing-masing 30 hari, kami berusaha mendapatkan alat bukti yang cukup,” kata Gopprera.
Dalam konteks kasus ini, jumlah pihak yang akan dimintai keterangan cukup banyak, termasuk terlapor, saksi, dan regulator.
Oleh karena itu, Gopprera menyadari bahwa proses penyelidikan bisa memakan waktu yang lebih lama.
Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa KPPU perlu membuktikan adanya kesepakatan di antara penyelenggara P2P yang diduga menetapkan tarif suku bunga yang serupa.
“Proses penyelidikan dapat berlangsung lebih cepat jika semua pihak kooperatif dan memenuhi panggilan serta menyerahkan surat atau dokumen yang diminta,” ujar Gopprera.
KPPU juga mengajak pihak yang belum memenuhi panggilan untuk memberikan keterangan atau menyampaikan dokumen yang diminta agar menunjukkan sikap kooperatif dalam proses penyelidikan ini.