BINTAN (HK) — Pelabuhan Internasional Berakit, yang berada di Desa Berakit, Kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau (Kepri), hingga kini masih mangkrak dan belum difungsikan.
Padahal pelabuhan itu dibangun tahun 2010 silam sejak masa pemerintahan Bupati Bintan Ansar Ahmad yang saat ini menjabat sebagai Gubernur Kepri ini menelan anggaran sekitar Rp60 miliar yang bersumber dari APBN itu kondisinya sudah rusak parah.
Dengan anggaran yang terbilang fantastis tersebut, nyatanya tidak sesuai harapan di mana pelabuhan tersebut masih tidak berfungsi sebagaimana mestinya atau belum beroperasi hingga kini. Ironisnya kondisi pelabuhan tampak sangat memprihatinkan karena tidak terawat.
Pantauan di lapangan, kondisi ponton rusak parah dan sebagian tenggelam. Rumput liar pun tampak menyelimuti pekarangan pelabuhan.
Tak sedikit material logam pada rangka bangunan mengalami korosi, begitu juga plafon yang tak lagi tertata apik menutupi atap.
Belum lagi kaca dinding dan perlengkapan di setiap ruangan dari lantai satu sampai lantai dua seperti AC atau pendingin ruangan sudah hilang.
Begitu juga lampu, kabel listrik, pintu dan interior lainnya sudah raib, tinggal lagi bangunan yang menggunakan uang rakyat ini sudah mulai pudar warna catnya.
Ada juga beberapa fasilitas yang dibangun sudah tidak layak difungsikan, seperti kaca pecah hingga bangunan yang menggunakan bahan utama besi-besi sudah mulai berkarat.
Wakil Direktur Lembaga Kelautan dan Perikanan Indonesia (LKPI) Provinsi Kepri Martin Dalimunte sangat menyayangkan pelabuhan interasional yang dibangun menggunakan uang rakyat tersebut tidak bisa dapat difungsikan sampai sekarang.
“Sangat ironis dan miris kita melihatnya, karena puluhan miliar uang rakyat sudah habis dan terbuang sia-sia,” ujar Martin yang saat itu turun melihat kondiosi pelabuhan Internasional Berakit, Sabtu (28/10/2023).
Seharusnya kata dia, dari awal sebelum pelabuhan tersebut dibangun, kepala daerah bersama tim ahlinya harus membuat perencanaan yang matang dalam mengajukan pembangunan pelabuhan tersebut ke pemerintah pusat.
“Harus dibuat dulu perencanaan yang matang, bagaimana efeknya atau pengaruhnya ke masyarakat apakah memberikan dampak yang positif atau tidak. Begitu juga keuntungannya bagi daerah bila pelabuhan tersebut dimanfaatkan untuk membuka akses ke luar negeri dan lain sebagainya.
Faktanya disini sudah hampir 13 tahun sampai dengan sekarang pelabuhan Internasional Berakit masih mangkrak belum bisa difungsikan. Jadi, uang rakyat sepertinya dihambur-hamburkan untuk kepentingan yang tidak jelas,” ungkap Martin.
Lebih baik lagi terang Martin, uang yang Rp60 miliar ini dibagi-bagikan ke masyarakat untuk membuka peluang usaha yang menambah ekonomi keluarga untuk kehidupan yang lebih baik.
Seperti uang tersebut bisa dimanfaatkan untuk masyarakat sebagai modal untuk membuka usaha mikro kecil menengah (UMKM), pertanian, perikanan dan lainnya yang bisa membantu masyarakat lemah.
“Banyak masyarakat khususnya Kabupaten Bintan yang masih kekurangan uang untuk bertahan hidup ataupun membuka peluang usaha untuk kehidupan keluarga mereka. Mengapa uang rakyat yang puluhan miliar ini terbuang begitu saja dengan sia-sia. Harusnya pemerintah daerah bisa lebih berfikir lebih arif dan bijaksana.
Karena yang mengangkat mereka menjadi pemimpin di daerah ini adalah rakyat atau masyarakat sendiri,” ujarnya.
Pihaknya tegas Martin berharap kepada pemerintah pusat dan aparat penegak hukum agar segera turun ke daerah khususnya di Kabupaten Bintan untuk melihat dari dekat kondisi pelabuhan Internsional Berakit tersebut.
“Aparat penegak hukum diharapkan agar turun ke pelabuhan internasional Berakit ini untuk melakukan investigasi di lapangan. Karena saat ini pelabuhan tersebut sudah tidak dijaga lagi oleh pihak terkait dan begitu juga aset-aset milik negara sudah banyak yang hilang,” katanya.
Sampai sekarang lanjut Martin, pelabuhan tersebut pelabuhan tersebut digunakan sebagai lokasi untuk memancing dan dijadikan warga sekitar sebagai lokasi bersandarnya kapal-kapal nelayan.
“Sekarang jadi tempat sandar kapal nelayan, meskipun dilarang. Tapi tetap saja ada kapal yang nyandar di ponton pelabuhan,” katanya.
Semula, pelabuhan Internasional Berakit dibangun sebagai upaya untuk mendukung kawasan wisata Pantai Trikora di Bintan yang sudah cukup terkenal hingga mancanegara.
Direncanakan, kapal dari Pelabuhan Berakit akan terkoneksi dengan kawasan wisata populer di Desa Aru Johor, Malaysia. Sebab jarak dari Berakit ke Desa Aru Johor hanya sekitar 28 mil laut, dengan jarak tempuh sekitar 1 jam 10 menit.
Dengan kondisi seperti itu, Bupati Bintan, Roby Kurniawan sebelumnya mengatakan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bintan tidak bisa berbuat apa-apa.
Roby mengatakan, pihaknya masih menunggu hasil diskusi antara Pemprov Kepri dengan Kesultanan Johor, Malaysia, terkait pengoperasian pelabuhan tersebut.
Ia menuturkan, sebelumnya tim Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pernah meninjau kondisi Pelabuhan Internasional Berakit.
“Pelabuhan ini dibangun pemerintah pusat dan sudah pada rusak,” kata Roby.
Dikatakan, pemerintah pusat berencana akan memperbaiki pelabuhan,setelah ada operator yang ditunjuk untuk mengoperasikan pelabuhan tersebut.
“Jadi, saya melihat masih menunggu operator yang menjalankan pelabuhan tersebut,” ujarnyaa.
Kemudian alur di kawasan Pelabuhan Internasional Berakit perlu dilakukan pendalaman. Sebab, kondisi lautnya masih dangkal.
“Kemarin disampaikan di tahun ini,” jelas dia.
Apabila Pelabuhan Internasional Berakit beroperasi, dirinya yakin wisatawan mancanegara bakal datang ke Bintan berkali-kali lipat lebih banyak. Sebab, jarak tempuh dari Bintan ke negara tetangga cukup dekat. (eza)