TANJUNGPINANG (HK) — Ketua Komisi II DPRD Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Wahyu Wahyudin meminta Pemprov Kepri segera menurunkan harga komoditas beras dan cabai yang mengalami kenaikan.
Wahyu mengatakan, untuk menurunkan harga, Pemprov Kepri dapat melakukan intervensi dengan pasar murah atau bazaar sembako.
“Pemprov harus mengambil tindakan, kenaikan harga beras dan cabai itu mengerek inflasi,” katanya, Senin (4/9).
Politisi PKS itu menerangkan, Pemprov Kepri bersama kabupaten/kota harus tanggap menyikapi kenaikan harga kebutuhan pokok.
Menurutnya, Kepri yang bukan daerah penghasil sangat rentan mengalami inflasi jika daerah penghasil mengalami gangguan panen.
“Harga-harga di daerah kita ini sangat dipengaruhi kondisi di daerah penghasil sehingga pemerintah perlu mengontrolnya,” ujarnya.
Sebelumnya, Bulog Cabang Tanjungpinang melaporkan kenaikan harga beras premium di rentang Rp300-500 per kilogram.
Beras premium super dijual berkisar Rp14 ribu per kilogram, sementara beras premium Bulog dibanderol Rp12 ribu hingga Rp12.500 per kilogram.
Pimpinan Bulog Cabang Tanjungpinang, Meizarani menerangkan, kenaikan harga disebabkan kekurangan pasokan akibat gagal panen di daerah penghasil.
“Jadi karena kita bukan daerah penghasil, sehingga secara tidak langsung berpengaruh dengan pasokan kesini, dan alami kenaikan harga. Tetapi masih dalam batas wajar,” terangnya, Senin (28/8/2023).
Selain beras premium, Harga Komoditas cabai di Kota Tanjungpinang juga melonjak naik.
Cabai merah dijual dengan harga Rp60 ribu per kilo naik dari Rp48 ribu, cabai rawit Rp48 ribu naik dari Rp42 ribu, dan cabai hijau Rp47 ribu naik dari Rp40 ribu.
“Udah naik selama seminggu, katanya di Jawa sekarang musim kemarau,” kata Safar salah satu pedagang Pasar Bintan Center, Selasa (29/8/2023).
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kepri, Darwis Sitorus mengungkapkan, beras dan cabai masuk dalam 10 komoditas penyumbang inflasi.
Darwis menerangkan, Kepri masih bergantung dengan daerah lain soal komoditas pangan.
Kondisi ini disebabkan terbatasnya lahan pertanian, apalagi Kepri 96 persen wilayahnya berupa lautan.
“Kepri kan masih jauh dari kata swasembada, terbatas lahan-lahan untuk sawah,” ungkapnya, Jumat (1/9/2023). (sjt/eza)