BINTAN (HK) – Sidang perkara tindak pidana korupsi pelaksanaan kegiatan pembangunan Jembatan Tanah Merah, Kecamatan Teluk Bintan, Kabupaten Bintan TA. 2018 dan 2019 oleh dua terdakwa dengan tiga berkas disidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Tanjungpinang pada Selasa (14/11/2023).
Sidang perkara korupsi tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Bintan membacakan tiga dakwaan secara satu persatu atas tindak pidana Korupsi yang dilakukan oleh dua terdakwa, yakni Bayu Wicaksono selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan terdakwa Siswanto selaku kontraktor penyedia jasa dari CV.Bina Mekar Lestari (Penyedia TA. 2019).
Namun khusus untuk terdakwa Bayu Wicaksono, dalam perkara korupsi ini, JPU membacakan dua berkas secara terpisah, yakni TA 2018 dan 2019 dalam ruangan sidang dan majelis hakim yang sama.
Perkara korupsi ini sebenarnya diproses oleh tim intelijen Kejati Kepri sebelum akhirnya naik ketingkat penyidikan oleh Pidsus dan dilimpahkan ke Kejari Bintan sesuai lokasi kejadian di wilayah Kabupaten Bintan.
Adapun total nilai kerugian negara atas dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan para tersangka tersebut sekitar Rp.8 Miliar, dengan rincian TA. 2018 kurang lebih Rp. 2,8 Miliar dan TA 2019 kurang lebih senilai Rp. 6 Miliar.
Dalam sidang terungkap, kronologis dugaan tindak pidana korupsi pelaksanaan kegiatan pembangunan Jembatan Tanah Merah tersebut berdasarkan pagu anggaran pada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Tahun 2018 sebesar Rp. 10 Milyar dengan nilai kontrak kurang lebih sebesar Rp. 9,9 Milyar.
“Penyedia yang melaksanakan pembangunan pekerjaan dilakukan oleh PT. Bintang Fajar Gemilang (BFG) dengan Konsultan Perencana dalam Kegiatan DED (Detail Engineering Design) adalah CV. Vintech Pratama Consultant,” ucap JPU.
Kemudian berdasarkan pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan oleh penyedia PT BFG tersebut secara ringkas diperoleh fakta bahwa pekerjaan perencanaan dilaksanakan tidak sesuai dengan keahlian yang dipersyaratkan, pada saat proses pemilihan konsultan pengawas yang telah ditetapkan kepada CV. Dika. S.A.E pada tahun 2018.
“Ada indikasi pengaturan pemenang terhadap pemilihan konsultan perencana, pengawas, dan penyedia. Dan adanya perintah dari tersangka BW selaku PPK meminta Pokja Pemilihan untuk mengarahkan proses lelang agar PT Bintang Fajar Gemilang dapat memenangkan pekerjaan tersebut pada TA 2018,” terang JPU.
Kemudian, sebelum memulai pekerjaan, PT Bintang Fajar Gemilang tidak melakukan review desain secara menyeluruh, sehingga pelaksanaan pekerjaan tetap dilakukan berdasarkan desain yang dibuat oleh Konsultan Perencana dan ditetapkan oleh PPK dan terhadap tenaga ahli PT Bintang Fajar Gemilang sebagaimana tercantum di dalam kontrak tidak pernah datang dan ikut melaksanakan pekerjaan, sehingga pada saat pelaksanaan pekerjaan hanya dihadiri dan diawasi oleh 1 orang mandor dan 2 orang karyawan PT Bintang Fajar Gemilang.
“PT Bintang Fajar Gemilang tidak memiliki surat dukungan ketersediaan beberapa bahan material sebagaimana persyaratkan dalam KAK. Dan beberapa bahan material ditemukan tidak sesuai dengan SNI. Sehingga kontrak pekerjaan diputus pada tanggal 17 Desember 2019 oleh PPK dengan hasil progres pekerjaan diangka 35,35 persen,” ungkapnya.
Kemudian terhadap keawetan struktur, berdasarkan pengamatan visual kondisi elemen struktur, banyak terjadi keretakan pada abutmen serta posisi abutmen miring pada sisi kiri dan kanan yang mengakibatkan balok Girder hampir lepas dari posisi semula.
“Hal ini mengakibatkan kerusakan struktur yang cukup parah dan mengakibatkan jembatan tidak berfungsi sama sekali,” ujar JPU.
Bahwa lanjutan pembangunan Jembatan Tanah Merah TA. 2019 yang dilaksanakan oleh CV Bina Mekar Lestari dengan nilai kontrak kurang lebih sebesar Rp. 7,5 Miliar dan konsultan pengawas yang ditetapkan adalah CV. Vitech Pratama Consultant.
Selanjutnya pada tahap pembangunan Jembatan Tanah Merah Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan TA. 2019 (20 meter) diperoleh fakta terdapat personil pengganti yang tidak sesuai dengan syarat yang tertera pada kontrak.
Penyedia dan pengawas beserta PPK melakukan perubahan-peubahan pekerjaan. Beberapa material pekerjaan tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia.
“Atas perbuatan para tersangka dapat dijerat sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,” pungkasnya.
Usai mendengarkan dakwaan JPU tersebut, kedua terdakwa melalui masing-masing penasehat hukumnya akan mengajukan keberatan (eksepsi) yang akan digelar pada sidang dua pekan mendatang. (nel)