BINTAN (HK) – Belasan warga yang mengarap lahan di dekat Desa Bangun Rejo, RT 002, RW 004, arah Wacopek Kelurahan Gunung Lengkuas, Bintan Timur, mengaku kesal kepada aparat desa yang tidak mau menerbitkan surat, untuk mendapat legalitas lahan yang digarap petani, sejak beberapa tahun terakhir.
Alasan penolakan aparat desa pun tidak jelas, sebagaimana hal yang diungkapkan oleh Prihatin Syawal, yang sudah bercocok tanam dilokasi tersebut dari tahun 2015 silam.
Sehingga makin membuat Syawal dan rekan-rekannya jengkel, saat ditanyakan ke pihak RT setempat.
Yang jawabnya hanya “Saya sudah lahir disini. Ya begitu saja jawabnya, mbak,” kata Prihatin Syawal, dengan nada kesal.
Hal ini pun dibenarkan oleh rekan-rekannya yang lain. Seperti S. Sinaga, Hermanto Simatupang, Haidir Usman, Landi Duka, Trijen Silaban, Japet Parangin-angin, Roni Sinaga, Sugiarto, Mahali Dimangungsong, Aldinus Dima, serta Zawawi.
Menurut belasan orang ini, mereka menggarap lahan tersebut dari ganti rugi kepada pihak yang menebas lahan. “Kami bukan mau cari kaya, kami mengolah lahan ini untuk bertani supaya bisa menyambung hidup. Tapi tak salahkan, jika kami ingin legalitas atas lahan yang kami garap,” ucap Sinaga.
Menurutnya, ada orang-orang yang mengaku dari pihak PT. MDM mengklaim bahwa, lahan tersebut milik mereka. Bahkan warga yang sedang membangun rumah, dihentikan dengan dalih lahan itu masih milik MDM.
Sedangkan dari penelusuran media ini, sertifikat Hak guna bangunan (HGB), ataupun legalitas dari PT. MDM sudah dicabut. Bahkan dari pihak Kanwil BPN Provinsi, yang meminta tidak disebutkan namanya menyebutkan, PT MDM memiliki hutang kepada negara.
“Sehingga legalitas atau sertifikat HGB nya sudah dicabut, dan perusahaan tersebut juga tidak pernah membangun sesuai peruntukannya,” kata pihak Kanwil BPN Provinsi.
Untuk memastikan, media ini pun mencoba mendatangi kantor PT MDM di daerah Batu 20 arah kijang, namun tampak bangunan yang usang itu sepi tidak berpenghuninya lagi.
Sementara itu perwakilan Lembaga Komando pemberantasan korupsi (L-KPK) Een Saputro mengatakan, semestinya lahan terlantar itu dapat dimanfaatkan masyarakat. Seperti bertani yang bisa menunjang perekonomian masyarakat.
“Dari hasil bertani, masyarakat bisa menjual hasilnya. Dan kita pun bisa menikmati hasil petani lokal tidak melulu dari luar daerah. Yang jika cuaca tak menentu, dan harga kebutuhan menjadi mahal. Maka, kami dari L-KPK juga berharap pemerintah bisa lebih peduli dengan masalah sengketa di lahan ini, terlebih menyangkut kepentingan masyarakat,” harapnya.
Namun lanjut Putra, demikian ia karib disapa pihaknya akan mencoba menjadi mediator bagi masyarakat dan langsung nantinya berurusan dengan pihak kecamatan.
Terpisah, Ketua RT 01, Selamat Priono ketika dikonfirmasi soal sulitnya masyarakat mengurus surat tanah mengatakan. “Itu lahan siapa. Ya minta izin dulu sama pemilik lahan,” jawabnya dengan nada tinggi.
Saat ditanya apa ia tahu dengan legalitas pihak PT MDM, ia menjawab tidak mau tahu. yang ia tahu lahan itu milik PT.
Namun satu hal yang cukup menggelitik, tidak jauh dari lahan yang digarap warga ada pemilik lahan sudah memiliki surat alas hak (?). Padahal pemilik surat alas hak itu sama sekali tidak mengharap. Bahkan, dia membiarkan lahannya tetap ditumbuhi semak belukar.(CW07)