Bahas Syarat Dikeluarkannya Perppu.
JAKARTA (HK) – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid mengkritisi langkah Presiden Joko Widodo yang menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja.
Penerbitan ini sebagai tindakan pengabaian terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan penyusunan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan meminta perbaikan regulasi dengan menyeratakan partipasi publik secara penuh.
Namun, alih-alih memperbaiki dengan menyertakan partisipasi publik, pemerintah justru mengeluarkan Perppu No. 2 Tahun 2022 yang mengabaikan putusan MK dan keikutsertaan publik.
“Sekarang bukan hanya masyarakat yang tidak dillibatkan, bahkan DPR selaku lembaga perwakilan rakyat pun, tidak diajak untuk membahas substansi dan praktek revisi yang diputuskan oleh MK itu. Ini jelas bukan bentuk pelaksanaan yang baik dan benar terhadap putusan MK,” kata Hidayat dalam keterangannya, Senin (2/1/2023).
Hidayat pun mengingatkan Indonesia negara hukum, maka hukum menjadi panglima, bukan kekuasaan. Meskipun, lanjut HNW, pada masa sidang terdekat, DPR akan merespons penerbitan perppu baik persetujuan atau penolakan.
Namun, ia menganggap sulit apabila DPR diminta mengkaji dan menyetujui dengan baik dan benar terhadap perppu yang terdiri dari 186 pasal dan 1.117 halaman itu dalam waktu yang sangat sempit. Sementara, waktu yang disediakan MK untuk merevisi UU itu masih tersedia.
“Karena MK memberikan batas waktu luang dua tahun (hingga 25 November 2023), agar revisi UU Cipta Kerja itu dibahas secara matang dan komprehensif, dengan memaksimalkan keterlibatan publik sebagaimana putusan MK itu,” ujarnya.
Sumber: Republika